Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan

20 Maret 2023

BECAK IKLAN BIOSKOP


Ini adalah sebuah becak, yang sekitar pukul 4 sore berkeliling di jalan-jalan utama kota Tembilahan, sambil mengiklankan film bioskop yang akan tayang malam itu. Becak ini dilengkapi dengan toa, ada orang di dalam becak sambil cuap-cuap mengumumkan judul film, sinopsis, dan bintang-bintang utama dari film yang diiklankan. 

Di foto ini kebetulan becak tersebut sedang mengiklankan film klasik Arnold Schwarzenegger dan James Belushi, yang berjudul Red Heat sekitaran tahun 1989.

Iklan keliling seperti ini digunakan oleh Bioskop Indra, bioskop theater yang dulu ada di Jalan Jenderal Sudirman di Tembilahan. (Kira-kira letaknya di samping Plaza Gemilang, dulu hanya disebut "Pasar Bertingkat"). Ada satu lagi bioskop misbar di daerah Tembilahan Hulu yang dikelola oleh angkatan darat, namanya Bioskop Taman Hiburan Kartika. 

Bioskop Indra sendiri memiliki layar lebar yang mengesankan, dan sound systemnya juga lumayan. Ada 3 kelas tiket kalau tidak salah, yaitu kelas kambing (lantai bawah paling depan dengan kursi kayu), lalu kelas loge seat (dari bahasa Belanda, dibaca 'lose', dengan kursi  lumayan empuk) di arah belakang, lalu kelas paling mahal yaitu balkon, terletak di lantai dua.

Harga tiketnya pada zaman itu adalah berkisar antara Rp250,- hingga Rp700,- , tergantung kepopuleran film yang diputar. Jaman itu kebetulan memang jamannya film one man hero dengan aktor yang berotot, sehingga film-filmnya Arnold Schwarzenegger, Sylvester Stallone, Jean Claude Van Damme, Dolph Lundgrend, Barry Prima, George Rudy menjadi sangat populer dan tiketnya dijual semahal mungkin. Film-film genre silat semacam Jaka Sembung dan Si Buta Dari Goa Hantu juga sangat populer waktu itu. Juga film-filmnya Chen Lung, alias Jacky Chan yang berantemnya lucu kalo lagi mabok nenggak arak satu kendi. 

Di sekitaran bioksop ada tukang catut. Tukang catut ini kerjaannya memborong tiket banyak-banyak, lalu dijual dengan harga lebih mahal kepada orang-orang yang kebelet nonton, namun kehabisan tiket ataupun kehabisan seat yang diinginkan. Di sekitar bioskop juga marak pedagang asongan yang menjual kacang goreng, kacang asin, tisu cologne, dan permen pagoda pastilles. 

Meskipun pada masa itu rental kaset video dengan format Betamax sudah mulai marak, namun orang tetap datang ke bioskop. Karena gambar dan suaranya lebih bagus, dan film-film baru belum ada kaset videonya. Lagian mutu gambar dan suara di kaset-kaset Betamax tidak begitu bagus seperti DVD dan Bluray sekarang, gambarnya sekelas VGA dan dialognya sering tidak sinkron. Orangnya sudah mengatupkan mulut tapi dialognya masih terdengar.  Baru pada jaman munculnya laser disc dan kemudian diikuti oleh VCD, bioskop-bioskop tunggal mulai bangkrut dan tutup. Yang bertahan adalah franchisenya Studio 21.

Nah, jaman itu pada jam 4 sore di Kota Tembilahan, akan ada iklan bioskop keliling, dan juga akan ada seseorang membawa nampan di atas kepala, berkeliling kota sambil meneriakkan nama-nama kue seperti amparan tatak, paparik, kue lapis, dan lain-lain. Siapakah itu? Al Fatihah buat beliau.


26 Juni 2017

47 Meters Down; Film Tentang Scuba Diving?


Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa rekan-rekan anggota BIAC (Reni, Rahmah dan Kiki) menyempatkan diri menonton film 47 Meters Down yang dibintangi oleh Mandy Moore dan Claire Holt. Mandy Moore namanya cukup dikenal sebagai penyanyi dan aktris, terutama yang saya ingat film A Walk to Remember

47 Meters Down adalah film horror dan thriller tentang scuba diving dan hiu. Yang membuat kami tertarik menontonnya tentu saja aspek scuba diving dan ikan hiunya, tapi jangan lupa, bahwa ini film horror, dan film horror cara kerjanya adalah dengan menakuti penonton se-intens mungkin. Di sana sini ada adegan tegang, menakutkan, dan kaget-kagetan. Dan film horror ini tentu saja menyajikan suatu gambaran bahwa lautan adalah tempat yang menyeramkan, yang pada fakta sebenarnya adalah sebaliknya.

Film ini cukup menghibur, dengan ending yang seperti film-film horror lainnya, yaitu menyisakan beberapa pertanyaan dan rasa penasaran.

Inti ceritanya adalah dua kakak beradik Lisa (Mandy Moore) dan Kate (Claire Holt) yang bepesiar ke Mexico, dan mengikuti program wisata ikan hiu atas ajakan dua orang kenalan baru mereka. Mereka berada di kerangkeng besi di kedalaman 5 meter, sementara ikan-ikan hiu berkeliaran di sekeliling mereka. Seharusnya ini aman, tapi karena ini film horror, adegannya tentu saja dibuat untuk memancing rasa kuatir dan ketakutan.


Pada suatu saat, crane yang menggantung kerangkeng besi itu patah dan kerangkeng besi berpenumpang dua cewe itu jatuh ke dasar laut, sementara sekawanan hiu tersebut berseliweran di sekitar mereka. Menyeramkan? Pasti, kalau tidak seram berarti film horrornya gagal. Namun film ini tidak melulu tentang ikan hiu pembunuh dengan gigi-gigi tajam, kita harus melihatnya sebagai aspek kecelakaan dalam scuba diving.

Kecelakaan dalam scuba diving hanya bisa terjadi karena satu hal: tidak diterapkannya safety precautions. Namun ada beberapa aspek lagi yang digambarkan di film ini yang harus saya bahas:

1. Operator Diving Tidak Ceroboh
Alasannya simpel: operator diving tentu saja selalu ingin kliennya selamat, kembali ke permukaan, naik ke kapal dan happy. Di film ini terlihat dive operatornya ceroboh, pemimpinnya hanya melihat sangsi ke kedua cewek tersebut dan bertanya apakah mereka berdua tau cara scuba diving? Keduanya menjawab tau. Ini tentu saja prosedur yang kecil kemungkinannya terjadi di dunia nyata. License atau sertifikat Anda akan ditanya dan dicek, baik Anda anggota asosiasi PADI, SDI, SSI dan lainnya, dan level sertifikasi Anda akan ditanya, apakah open water diver atau sudah advance. Mereka tidak akan menerima begitu saja kata-kata yang kita berikan. Mereka tidak akan mempertaruhkan nama baik perusahaan hanya demi beberapa ratus dolar. Lagian klien yang mati jauh lebih mahal dan merepotkan, mereka ingin klien mereka hidup dan happy.

2. Tabung Udara Tidak Akan Cukup Bertahan Lama
Tabung udara 200 bar yang berisi udara bertekanan akan lebih cepat habis di kedalaman 47 meter daripada di kedalaman 5 atau 10 meter. Jadi makin dalam kita menyelam, akan makin cepat habis persediaan udara di tabung. Batas umum untuk recreational diving adalah 130 feet atau di bawah 40 meter, sementara di film ini Lisa dan Kate terjatuh di kedalaman 47 meter, terlalu berbahaya.
Saya belum pernah menyelam sedalam itu, tapi perkiraan saya jika saya berada di kedalaman 47 meter, udara di dalam tabung saya akan habis dalam waktu 20 menit. Jadi filmnya seharus lebih cepat selesai dan Lisa dan Kate seharusnya sudah mati kehabisan udara, namun adegan underwater di film ini berlangsung kira-kira 1 jam dan mereka berdua bernapas paling tidak selama 35 hingga 40 menit dengan tabung yang sama, sebelum mereka berganti tabung.

3. Decompression Sickness
Di film ini, berkali-kali disebut istilah "bend", ini maksudnya DCS atau Decompression Sickness. Kate mengatakan bahwa bend adalah jika "it's nitrogen bubbles in the brain."

Walaupun yang dikatakan Kate ada benarnya, namun decompression sickness/bend tidaklah sesimpel itu. Dekompresi yang tidak dijalankan dengan benar setelah tubuh kita terpapar pada tekanan yang tinggi adalah penyebab utama DCS. Saat kita menyelam, tubuh kita menyerap nitrogen dari udara yang kita hirup. Jika kita ke atas dengan prosedur yang benar, tubuh kita perlahan-lahan akan melepaskan nitrogen tersebut, tapi jika kita ke atas terlalu cepat, nitrogen akan membentuk gelembung di dalam darah. Di film ini Kate dan Lisa hanya diberi instruksi satu pilihan, tetap di dalam kerangkeng di dasar laut dengan resiko kehabisan udara. Di dunia nyata, percayalah, mati kehabisan udara bukanlah pilihan terbaik. Tetap lebih baik kembali perlahan ke atas dan melakukan safety stop sesuai prosedur. Tapi kan ada resiko di makan hiu? Nanti saya jelaskan tentang hiu di dunia nyata dan bedanya dengan di film.

Tentu saja karena ini film, hal tersebut dijadikan faktor utama agar pilihan tokohnya terbatas dan filmnya jadi semakin tegang.

4. BCD Bukan Dongkrak

Menjelang akhir film, kaki Lisa terjebak dan tertindih kerangkeng besi, jadi Lisa yang belum berpengalaman scuba diving tersebut melepas BCD nya (Buoyancy Control Device), menaruhnya di bawah kerangkeng dan mengisinya dengan udara sehingga kerangkeng tersebut terangkat hingga ia bisa melepaskan kakinya. Kelihatannya logis, namun BCD bukanlah dongkrak. ScubaLab melakukan tes objektif terhadap BCD keluaran terbaru setiap tahun, mengetes kemampuan apung (buoyant lift) setiap BCD tersebut. Hasil tes akan mengindikasikan tingkat apung BCD, yang pada akhirnya menunjukkan seberapa berat beban yang bisa diangkat atau dinaikkan BCD. Daya apung (buoyant lift) rata-rata sebuah BCD adalah rentang antara  15 hingga 27 kilogram.   Sebuah BCD tidak akan pernah bisa mengangkat kerangkeng besi seberat lebih dari 225 kilogram.

5. Full Face Mask yang Canggih
Jarang sekali dive operator menyediakan dive mask yang versi full face seperti terlihat dalam film 47 meters down, dilengkapi dengan alat komunikasi yang canggih pula. Dive mask yang disediakan biasanya yang standar walaupun tetap menggunakan merk-merk terkenal. Lagipula, di film terlihat dive operatornya sanggup membeli full face mask lengkap dengan radio telekomunikasi sehingga penyelam bisa bicara dalam air, namun tidak sanggup mengganti kerangkeng besi yang karatan, sling yang gampang putus, dan crane yang gampang patah?

6. Manusia Bukan Makanan Hiu
Yup, hiu tidak langsung menyerang dan memakan manusia begitu melihat manusia. Ada beberapa hiu yang ganas seperti great white shark, tiger shark, bull shark, dan oceanic whitetip shark. Namun mereka tidak akan menyerang jika tidak diprovokasi. Saya sendiri sudah 2 kali diving bertemu ikan hiu, dua-duanya di Bali, namun yang saya temuin adalah jenis Reef Whitetip Shark, dan walaupun saya jadi sedikit gugup, ternyata tidak terjadi apa-apa. Tahukah makhluk apa yang paling ganas di laut dan di darat? Manusia. Manusialah predator paling ganas yang tidak saja bisa membuat beberapa spesies punah, tetapi juga merusak planet tempatnya berdiam.
Intinya hiu tidak memakan manusia, jika terjadi demikian biasanya karena hiu tersebut mengira bahwa kita adalah makanannya. Artinya kita dikira sebagai anjing laut, singa laut, dan makhluk lain yang memang merupakan makanan alami hiu.  

7. Kenapa Tidak Pakai Fin?

Fin menghemat tenaga. Tenaga yang hemat sebanding dengan napas yang hemat, karena makin banyak tenaga yang dikeluarkan, makin sering frekuensi bernapasnya. Napas yang hemat berarti udara yang hemat. Walaupun misalnya mereka akan berada dalam kerangkeng besi, fin mestinya tetap dipakai. Sedia payung sebelum hujan, bukan?


Namun terlepas dari hal-hal yang saya sebutkan di atas, secara umum film 47 Meters Down cukup menghibur, dan film tersebut membuat scuba diving terlihat sangat keren dan menantang, namun tidak seseram yang dibayangkan.

Ada beberapa peraturan dalam scuba diving yang membuat olahraga ini menjadi sangat menyenangkan. Tidak ada penyelam yang menyelam sendirian, dan ada beberapa prosedur ketat demi keamanan dan kenyamanan. Dan melihat makhluk-makhluk warna-warni mulai dari terumbu karang dan ikan-ikan yang berenang dengan riang, semua itu tak tergantikan dengan menyaksikannya di National Geographic maupun layar IMAX.


Copyright (C) Ferdot.com. 26 June 2017

29 Desember 2016

Beyond Skyline

Berlokasi shooting di Pulau Batam, satu lagi film Hollywood yang bekerja sama dengan Infinite Frameworks Studio menelurkan film bergenre science fiction. Dibintangi oleh Frank Grillo, Iko Uwais, Yayan Ruhiyan, film berjudul Beyond Skyline ini sudah melewati masa paska produksi dan siap beredar tahun 2017. Film ini merupakan sekuel dari film berjudul Skyline (2010).

Koreografi laganya diarahkan oleh duet Iko Uwais - Yayan Ruhiyan. Kali ini premise nya bukan hanya aksi laga menghadapi penjahat saja, tetapi juga alien. 

Yuk simak footage-nya yang sengaja dibocorkan di sini.


Kisahnya menceritakan tentang Mark, seorang detektif yang mati-matian melakukan pencarian dan pengejaran anaknya yang telah diculik oleh sekelompok alien yang menginvasi bumi. 



Tanggal pasti rilisnya belum diketahui. 

Directed byLiam O'Donnell
Produced by
Written byLiam O'Donnell
Starring
Music byNathan Whitehead
CinematographyChristopher Probst
Production
company
Hydraulx
Infinite Frameworks Studios
Mothership Pictures


CountryUnited States
LanguageEnglish

11 November 2015

14 Things You Could Learn From "The Wolf of Wall Street"

Have you watched the 2013's movie of Leonardo Di Caprio's The Wolf of Wall Street? It's directed by Martin Scorsese and the story is about Jordan Belfort, a sales person who become super rich in Wall Street. There are things you could learn from the movie, especially if you are a sales person, and want to be aggressively be in business. If you haven't watched this movie, well, you should.

1. Execute on Ideas
Stratton Oakmont’s initial success was based on two premises:
• That Belfort had come up with a way of teaching young, uneducated people how to sound like professional stock brokers over the phone.
• That rich people love to gamble – especially when the gamble seems like a legitimate business opportunity.
While there had been other people on Wall Street who’d had the same idea, Jordan Belfort was the first person to execute on this idea.

2. Simplify
The reason Belfort was able to transform young, uneducated people into charismatic stock brokers was because he was able to impart his knowledge by giving simple instructions in a way that even the most stupid employees could easily understand.
“And as word of this little secret began to spread throughout Long Island—that there was this wild office, in Lake Success, where all you had to do was show up, follow orders, swear your undying loyalty to the owner, and he would make you rich—young kids started showing up at the boardroom unannounced.” – Jordan Belfort

3. Put Together a Loyal Team
Guys like Kenny Greene and Danny Porush weren’t the smartest guys around. But, they were long-term friends who were fiercely loyal to Jordan Belfort.
What does this mean?
That it might be a good idea to work with old friends who knew, and liked you, before you got rich and successful. By doing this you will reduce the risk of:
• Becoming betrayed or backstabbed by two-faced people.
• Making stupid decisions because you’re surrounded by yes-men who don’t give you accurate feedback.

4. Diversify Competence
Why were Jordan Belfort and Danny Porush a good team?
Because they were very different:
• Belfort had sleeping problems. Porush could fall asleep everywhere – even during bumpy plane rides.
• Belfort was a highly strategic leader who specialized in delegation. Porush was a good enforcer –brutal enough to eat a gold fish to put employees in their place.
• Belfort was analytical and had a long-term orientation. Porush was emotional and short-sighted.
They were both good at different things – but together they were a great combination.

5. Dress for Success
From day one, employees were instilled with the mantra that they had to act as if – starting by dressing well and looking the part. The purpose of this was to improve their self-esteem and charisma.
Jordan Belfort even hired a guy to create tailor-made suits for the up-and-coming employees of Stratton Oakmont.

6. Gather Intelligence on Rivals and Enemies
Belfort gathered intelligence by:
• Bugging the SEC people who were investigating Stratton Oakmont.
• Befriending FBI agent Jim Barsini and getting information about the ongoing investigation on Stratton Oakmont. 

7. Guard Your Secrets
Jordan Belfort carefully guarded his secrets by:
• Drafting legal documents to create plausible deniability for shady deals.
• Having the office of Stratton Oakmont and the houses of the top employees swept for bugs regularly.
• Never speaking over the phone about past business deals.
• Using pay phones and other covert forms of communication to ensure that no one listened in on what was being said.
Note: While your business probably differs from Belfort’s by being legal, it’s still a good idea to gather intelligence. For example, you might meet an employee of a rival firm for drinks to learn about the internal gossip going on over there.

8. Study History and Learn From Past Mistakes
Said by Belfort to a Swiss “master forger” while discussing banking laws:
“I’m a student of history, Roland, and I’m a firm believer that he who doesn’t study the mistakes of the past is doomed to repeat them”. – Jordan Belfort
You should follow Belfort’s example by:
• Studying past events in your profession to see what it was that made other people succeed or fail.
• Studying the great men who came before you.

9. Establish a Concrete Reputation
There was never any doubt to the employees, nor the public, that anyone could make a ton of money by working for Stratton Oakmont. To confirm this, the only thing you had to do was take a look at the young, racially diverse, sometimes acne-ridden, well-dressed young men that spread havoc on Long-Island.
“The very idea of Stratton is that it doesn’t matter what family you were born into, or what schools you went to, or whether or not you were voted most likely to succeed in your high-school yearbook. The idea of Stratton is that when you come here and step into the boardroom for the first time, you start your life anew. The very moment you walk through the door and pledge your loyalty to the firm, you become part of the family, and you become a Strattonite.” – Jordan Belfort

10. Create a Set of Core Values that is Easy to Grasp
The core value of Stratton Oakmont was to seize the day. What this really meant to the employees was to:
• Make as much money as possible.
• Compete with colleges who could spend more money and live a crazier and more luxurious lifestyle.
–And what are some common core values of contemporary companies?
• Sustainability.
• Environmental friendliness.
• Integrity.
Which core values do you think are easier to communicate to the employees and make them live by?

11. Lead by Example and Set the Standard
No one over at Stratton Oakmont spent more money on buying luxury items, drugs, prostitutes, or partying than Jordan Belfort. He represented the epitome of the lifestyle that the employees sought to achieve.
“It’s important to keep these guys chasing the dream. And it’s even more important to keep them broke.” I gestured over to the plate glass. “Look at them; as much money as they make, every last one of them is broke! They spend every dime they have, trying to keep up with my lifestyle. But they can’t, because they don’t make enough”. – Jordan Belfort

12. Create Expectations
At Stratton Oakmont employees were expected to work their asses off and make a lot of money. Anything else was frowned upon.
“A rookie stockbroker was expected to make $250,000 his first year. Anything less and he was suspect. By year two you were making $500,000 or you were considered weak and worthless. And by year three you’d better be making a million or more or you were a complete laughingstock.” – Jordan Belfort

13. Provide Incentives for Hard Work
Not only were the employees of Stratton Oakmont paid far above the going rate for stock brokers – but a select few of the hardest working employees were also eligible to branch out on their own and start brokerage firms under Belfort’s guidance.
“It was what every Strattonite dreamed of and something I touched upon in all my meetings—that if you continued to work hard and stay loyal, one day I’d tap you on the shoulder and set you up in business. And then you would get truly rich.” – Jordan Belfort

14. Keep People Dependent on You
To ensure that employees were not only motivated to work, but literally had to stay at the firm and continue making lots money, Belfort encouraged employees to live beyond their means.
“I want you to deal with all your problems by becoming rich! I want you to attack your problems head-on! I want you to go out and start spending money right now. I want you to leverage yourself. I want you to back yourself into a corner. Give yourself no choice but to succeed. Let the consequences of failure become so dire and so unthinkable that you’ll have no choice but to do whatever it takes to succeed.” – Jordan Belfort



07 Oktober 2015

Sains di Balik Film The Martian


Apa yang anda lakukan jika Anda ditinggalkan oleh rekan-rekan tim misi, dan anda terdampar sendirian di Planet Mars?

Dalam sebuah misi ke Mars yang dilakukan oleh tim NASA, astronot Mark Watney dianggap telah tewas setelah tersapu badai dan ditinggalkan oleh rekan-rekan nya. Sendirian di planet tersebut dengan supply terbatas, dia harus bergantung pada kecerdasan, akal, dan semangatnya agar dapat bertahan dan mencari jalan untuk mengirimkan pesan ke Bumi bahwa dia masih hidup.

Film ini menarik karena berdasarkan pendekatan sains dan fakta-fakta yang didapat NASA dari hasil eksplorasi planet Mars sejauh ini. Beberapa hal yang menyangkut sains yang bisa kita dapat dari film ini antara lain:


  • Produser dan tim pembuat film berkonsultasi dengan pihak NASA (National Aeronautics and Space Administration), sebuah lembaga antariksa Amerika Serikat, agar film ini memiliki aspek yang paling akurat mengenai ruang angkasa dan perjalanan ruang angkasa, terutama yang bersangkut paut dengan Planet Mars.
  • Pada tanggal 28 September 2015 yang lalu, empat hari sebelum film ini dirilis, NASA mengumumkan bahwa bukti adanya air di Planet Mars telah ditemukan.
  • Tekanan artmosfir di Planet Mars berkisar antara 600 Pa (0.087 psi), atau setara dengan 0.6% dari tekanan atmosfir Bumi.
  • Misi ke Mars di film ini didasarkan pada rencana terdokumentasi NASA untuk mengirimkan manusia ke planet tersebut dalam waktu dekat.

  • Suhu rata-rata di permukaan Mars adalah -63°C, bandingkan dengan suhu rata-rata seluruh permukaan planet Bumi, yaitu 15°C.
  • Nama pesawat ruang angkasa dan nama misi dalam film ini adalah Ares 3, diambil dari nama dewa Perang Yunani, Ares, yang dalam versi Romawi dewa perang tersebut disebut Mars.
  • Teknologi roket di film ini didasarkan pada teknologi roket plasma  aktual yang didesain dan dibangun oleh Ad Astra Rocket Company, yang didirikan oleh mantan astronot NASA, Franklin Chang Diaz.
Perbandingan besar planet Bumi dan Mars

  • Satu tahun di Mars (satu kali putaran planet Mars mengelilingi matahari) adalah setara dengan 686.98 hari di Bumi. Siang dan malam di sana lebih panjang, karena itulah untuk pembagian waktu di planet Mars, hitungan harinya menggunakan Sol. Satu tahun di Mars adalah 668.5991 sol.
  • Adegan peluncuran Ares IV sebenarnya adalah peluncuran roket SLS (Space Launch System), roket terbaru NASA dan dimaksudkan untuk misi beneran selanjutnya ke Planet Mars.
  • Di film juga disebutkan bahwa NASA dibantu oleh lembaga antariksa China. Secara faktual, China memang memiliki teknologi ruang angkasa yang sangat maju dan banyak para ahli menilai bahwa teknologi ruang angkasa China hanya setingkat di bawah NASA.
Dengan kata lain, pengiriman misi ke Planet Mars dengan awak manusia akan terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi, dan kita di Indonesia masih sibuk membahas sinetron murahan, dan urusan rumah tangga para artis.

21 Agustus 2015

Download Film Dengan Torrent - Siapa Takut?

Walaupun mendownload film dengan torrent sudah jamak dilakukan, tapi masih banyak juga teman-teman yang bertanya bagaimana caranya. Apalagi setelah beberapa situs download film seperti Ganool, nontonmovie, dan lain-lain telah diblokir oleh Kemeninfo baru-baru ini.

Mula-mula kita harus memiliki software torrent client. Ada banyak software torrent yang gratis, di antaranya adalah uTorrent, BitTorrent, TorrentReactor dan lain-lain. Saya sendiri menggunakan Mediaget  ataupun Vuze yang bisa didapat dengan mudahnya karena itu adalah freeware. Sengaja tidak menggunakan client yang ada kata torrentnya, untuk alasan kamuflase, dan klise. 

Tapi sebelumnya, mari kita cari tahu apa itu torrent.

Mudahnya begini: Kalau biasanya kita mendownload sebuah aplikasi atau software dari Download.com kita akan mendownload file tersebut dari server Download.com, secara tidak langsung mereka harus menyediakan file tersebut untuk bisa di download banyak orang, bisa kita bayangkan jika dalam satu waktu ada 100 ribu orang yang mendownload file tersebut secara bersamaan dari situs Download.com, berapa bandwidth yang mereka habiskan? (setahu saya) yang pasti akan sangat boros. 

Berbeda dengan torrent, secara logika server tetap menyediakan file aplikasi atau software tersebut sebagai sumber untuk di download (server disini bukan berarti sebuah situs ataupun penyedia file, namun dapat juga sebagai seseorang yang mendistribusikan file tersebut) yang terdaftar pada tracker didalam file .torrent, namun bedanya jika sudah ada beberapa orang dari 100 pendownload yang mendownload file tersebut selesai, maka pendownload yang lain tidak perlu mendownload file langsung dari sumbernya, melainkan dapat mengambil bagian atau bits dari beberapa orang yang juga ikut atau yang selesai mendownload file tersebut, orang orang yang selesai mendownload ini biasanya di sebut seeders, dan yang mendownload dari seeders ini biasa di sebut peers atau leechers. Contoh: jika dalam sebuah file torrent untuk sebuah film tertulis angka: seeders 1200, peers/leechers 800; artinya adalah terdapat 800 unit/orang yang mendownload film tersebut dari 1,200 pemilik file, baik file nya sudah lengkap ataupun belum.

Bingung dengan penjelasan di atas? Gapapa, lanjut aja ke cara-cara di bawah ini.

Setelah torrent client terinstal di pc atau laptop anda, begini langkah-langkah berikutnya bagi yang belum tahu:

  1. Cari film yang ingin anda download di situs-situs penyedia torrent, seperti www.yts.ag  atau dapat langsung ke portal torrent yang sering saya kunjungi, yaitu www.mkavecage.com .Masukkan kata kunci berupa judul film di kolom search.
  2. Cari film dengan kode BRRip, Bluray Rip, HDRip, WEB DL, ataupun DVDRip, artinya kualitas gambarnya merupakan rip dari Bluray, High Definition, ataupun dari DVD. Selain itu ada pula Screener. Yang dimaksud screener adalah film-film yang didistribusikan untuk dinilai oleh kritikus, badan sensor dan lain-lain. Kebanyakan file film dengan kode Screener selalu memiliki running teks yang isinya menyatakan bahwa copy film tersebut hanya untuk screening (screening purpose only), tapi kualitas gambar dan suaranya lumayan bagus. Jenis file lain seperti CAM (rekaman bioskop), TS atau RS sebaiknya jangan didownload karena biasanya mutu gambar dan suaranya ancur.
  3. Baca komen-komen user yang sudah mendownload. Jika ada komen yang menyebutkan A=9 dan V=9 itu artinya nilai Audio dan Videonya 9, dari skala 1 hingga 10.
  4. Perhatikan ukuran file. Untuk film standar dengan durasi hingga 2 jam dengan kualitas Bluray Rip, DVDRip dengan ukuran gambar 720p, rata-rata ukuran file nya mulai dari 700 MB. 
  5. Pilih file film yang berasal dari Verivied Source (sumber yang telah diverifikasi). Ditunjukkan dengan kode centang hijau. File-file dari sumber yang tidak diverifikasi bisa berbahaya, karena sering ada sisipan trojan, malware ataupun virus.
  6. Perhatikan rasio seeder vs leecher. Jika jumlah seeder lebih banyak daripada leecher, maka downloadnya akan lebih cepat. Jika jumlah leecher lebih banyak daripada seeder, maka downloadnya akan lebih lambat, karena filenya jadi rebutan.
  7. Untuk file ukuran 700an MB, dengan koneksi standar misalnya, dan rasio seeder vs leecher nya bagus, maka film tersebut kira-kira akan selesai didownload dalam waktu 4 jam. Tenang saja, karena downloadnya selalu bisa disambung lagi jika koneksi internet terputus atau komputer kita matikan. Jika anda memanfaatkan internet di kantor, anda bisa menyambung downloadnya besok jika kantor ditutup. Yang penting pada saat komputer dihidupkan, software Bittorrent nya jalan, dengan logo di sudut kanan bawah menunjukkan proses download.
  8. Kebanyakan file film yang didownload formatnya .avi, mp4 dengan kompresi DIVX maupun XVID, juga H264, namun sekarang juga ada file dengan format mkv (matroska) dengan kompresi yang lebih tinggi. Kompresi demikian membuat file nya kecil (file film DVD aslinya 4 GB lebih), namun kualitas gambar dan suaranya masih tetap bagus. File seperti ini bisa diputar di DVD Player yang ada logo mp4 atau DivX.
  9. Jika Windows Media Player default anda tidak bisa memainkannya, gunakan VLC Media Player, Gom Player, ataupun KM Player yang bisa didownload di internet.
  10. Tidak hanya film, dengan BitTorrent kita bisa mendownload games, software, musik dan lain-lain.
  11. Torrent client lain yang bisa anda gunakan selain BitTorrent adalah Deluge.
  12. Jika anda butuh subtitle, bisa cari subtitle untuk film yang telah anda download di subscene.com atau opensubtitles.org, di mana saya juga merupakan salah satu kontributor di kedua portal tersebut.



Jadi, jika ada koneksi internet, terutama yang unlimited, manfaatkan sebaik-baiknya. Download lah film-film kegemaran anda yang belum sempat anda tonton. O ya, dengan menulis artikel ini berarti saya termasuk salah satu dari sekian juta orang yang memberi peluang  pembajakan film. Tak apalah, asal jangan film-film yang anda download anda jual lagi dalam bentuk DVD di lapak-lapak kaki lima. 

Artikel ini merupakan update dari artikel sebelumnya yang saya posting pada bulan Juli 2010 dengan judul sama: http://blog.ferdot.com/2010/07/download-film-dengan-torrent-siapa.html

31 Juli 2015

Perbedaan Dolby 3D, Real3D, dan IMAX 3D

Bagi yang suka menonton film, baik di jaringan bioksop XXI maupun Blitz, tentu pernah menonton film 3D, yang mengharuskan penontonnya menggunakan kacamata khusus. Di Indonesia sudah tersedia 3 macam sistem 3D, yakni Dolby 3D, Real 3D, dan IMAX 3D. Apa sih bedanya?

Dolby 3D
Dolby 3D merupakan teknologi terbaru untuk integrasi film berformat 3D. Menonton film dengan teknologi Dolby 3D hampir mirip dengan teknologi RealD 3D. Bedanya adalah teknologi Dolby 3D menggunakan polarisasi 3 warna yang terlihat dari kacamatanya (merah, hijau, hitam) yang menggunakan lensa khusus sehingga harganya lebih mahal dari kacamata 3D yang digunakan di bioskop RealD 3D. Selain itu, Dolby 3D tidak perlu menggunakan layar khusus untuk memproyeksikan gambar dalam film, sehingga investasinya lebih murah dibanding bioskop RealD 3D.



Positif: Investasi lebih murah (karena menggunakan layar bioskop biasa), lebih tajam karena menggunakan lensa khusus.
Negatif: Kacamatanya lebih berat karena dipasang chip anti-pencurian karena harganya mahal.
Pengguna: Cinema XXI


RealD 3D
RealD 3D merupakan teater yang dibuat dengan menggunakan layar berwarna perak (silver screen) dan stereoskopik dan kacamata 3D yang digunakan menggunakan circular polarized (proyeksi gelombang yang berputar) sehingga memungkinkan kepala kita bergerak bebas saat menyaksikan film dalam format 3D. Perbedaan dengan IMAX 3D, teknologi RealD 3D lebih melihat gambar tersebut ke dalam layar, bukan seolah-olah muncul di depan layar.



Positif: Kepala lebih bebas bergerak, mata tidak cepat lelah, kacamata lebih murah.
Negatif: Biaya investasi tinggi.
Pengguna: Blitzmegaplex



IMAX 3D
IMAX merupakan singkatan dari Image Maximum, merupakan teater komersial pertama dengan layar terbesar dari bioskop kebanyakan. Di Indonesia, teater IMAX menggunakan layar berukuran 20 x 11 meter. IMAX 3D menggunakan teknologi 3D polarized (teknologi visualisasi dengan gelombang elektromagnetik dan cahaya melalui dua proyeksi yang berbeda). Untuk kacamata 3D, IMAX 3D menggunakan teknologi linear polarized(menggunakan proyeksi gelombang yang membuat satu mata melihat satu gambar). Sehingga saat menggunakan kacamata 3D tersebut, kedua proyeksi yang ditampilkan akan menjadi lebih nyata dan seakan-akan keluar dari layar proyeksi di bioskop. Dengan layar yang besar dengan jarak lebih dekat, film 3D akan terlihat sangat hidup.

Positif: Film sangat hidup, layar besar, lebih dekat dan merasakan sensasi menonton yang berbeda dibanding dengan bioskop konvensional.
Negatif: Mata cepat lelah, akan lebih mudah blur apabila sudut kemiringan kepala tidak horizontal.
Pengguna: Teater IMAX di Jakarta dan Bekasi.


Sebagai informasi tambahan, ketiga kacamata tersebut tidak bisa ditukar untuk menonton film yang bukan ditujukan untuk bioskop yang menggunakan teknologi tersebut.

27 Agustus 2014

Lucy : More Science Fiction Than Action Flick

Lucy adalah film besutan sutradara kawakan Perancis Luc Besson yang terbaru. Luc Besson adalah filmmaker yang menghasilkan film-film box office semacam The Fifth Element (science fiction dengan Bruce Willis), Leon (yang mengangkat nama Natalie Portman dan Jean Reno), juga merupakan produser dari film-film action seperti Taken, Taken 2, Taxi, dan film-film bertema parkour.



Lucy dibintangi oleh Scarlett Johansson. Bagi yang mengenal Scarlett Johansson hanya di jagatnya Marvel sebagai Black Widow yang muncul di Iron Man, The Avengers, dan Captain America, tentu saja hanya menganggap Scarlett Johansson sebagai kicking ass lady tanpa kemampuan akting. Namun jauh sebelum itu, dia sudah bermain di film-film drama bagus seperti Lost In Translation, Vicky Christina Barcelona, dan tentu saja The Girl with Pearl Ear Ring yang fenomenal.

Film ini dengan bebas mengeksplorasi teori bahwa hingga detik ini umumnya manusia menggunakan hanya 10% dari kemampuan otaknya. Namun dengan angka 10% ini, kita sudah lama mengirim manusia ke bulan, menciptakan komputer, iPhone, robot, mobil yang canggih, dan kemajuan-kemajuan luarbiasa baik di bidang sains, teknologi, maupun seni. Nah, apa jadinya jika manusia mampu menggunakan lebih dari 10% dari kapasitas otaknya?

Teori ini mengingatkan saya akan novelnya Dan Brown, yang berjudul The Lost Symbol, yang pernah saya ulas di link ini: http://blog.ferdot.com/2010/03/lost-symbol.html . Novel ini membahas ilmu Noetics, sejenis filsafat metafisik yang menyatakan bahwa ide dan pikiran manusia bisa diukur dengan ukuran fisik. Dan membahas hal ini, novel Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist mau tidak mau juga bisa jadi bahan referensi. 

Dengan tagline mengenai kemampuan dan kapasitas otak ini, tentu saja film ini tidak diharapkan untuk menjadi semacam brainless action movie sebangsa The Expendables ataupun The Raid. Film ini jauh lebih dalam daripada itu, dengan filosofi mengenai manusia dan eksistensi manusia di jagat ini, sejak awal kehadiran manusia, tahapan-tahapan evolusi, hingga kemungkinan-kemungkinan tak terbatas di masa depan. 

Di film ini, Lucy yang terjebak dalam jaringan penyelundup narkoba internasional yang berpusat di Taiwan, secara tak sengaja mendapat asupan CPH4 yang bocor dari bungkusannya. CPH4 ini adalah sejenis drug yang bahan dasarnya merupakan sejenis molekul yang diproduksi dalam jumlah yang sangat kecil oleh setiap wanita di awal kehamilannya, yaitu dalam masa 6 minggu. Walaupun CPH4 adalah nama yang dibikin untuk kepentingan film ini, zat ini memang ada, dan adalah benar bahwa kemampuan zat ini bagi bayi laksana bom atom. Namun jika overdosis dapat mengakibatkan kematian.

Asupan CPH4 inilah yang membuat Lucy bisa menggunakan kapasitasnya secara maksimal, lebih dari 10%. Dia menjadi superhuman, sosok yang menyerupai dewa, yang tidak saja mampu mengontrol metabolisme tubuhnya sendiri dengan pikirannya, namun juga mampu berkomunikasi secara cellular (melalui setiap sel), dan menangkap sinyal-sinyal elektromagnetik yang berseliweran di udara. Kita tahu bahwa setiap materi memiliki massa, gravitasi dan memancarkan radiasi, makin besar massa nya, makin besar gravitasinya, dan makin besar pula radiasinya. Namun Lucy mampu menangkap pancaran sinyal sekecil apapun, dan segala bentuk informasi di dunia yang selama ini hanya mampu kita akses melalui kabel, gelombang radio, bluetooth dan inframerah, Lucy mampu mengaksesnya melalui setiap sel dari segala bentuk materi, dan tentu saja seluruh pancaran gelombang elektromagnetis yang memang berseliweran di udara, angkasa, dan di mana-mana. Dan tentu saja kemampuan telekinesis (menggerakkan benda-benda) merupakan bagian kecil dari kemampuan Lucy.

Pada tahapan 100%, Lucy memiliki kemampuan untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dia dapat menyerap pengetahuan sejak awal terbentuknya alam semesta, evolusi makhluk hidup, dan mengesampingkan batasan-batasan ruang. Pada tahapan itu, sel-sel di tubuhnya menyatu dengan alam semesta, yang dalam kepercayaan agama tertentu dikenal dengan istilah moksa, yaitu bersatunya raga dan jiwa dengan nirvana.

Lucy, terlepas dari kebenaran teori human brain capacity,  adalah film yang unik, yang menjelajah kemungkinan-kemungkinan baru, yang membahas eksistensi dan fungsi manusia di alam, yang memiliki filosofi bagus tentang bagaimana manusia dapat menguasai diri dan alam semesta, dan mempertanyakan fungsi kehadiran kita tidak saja di planet yang kita tinggali ini, tapi juga di jagat raya.

Bukalah pikiran anda, dan tontonlah Lucy.

Jika Anda terbiasa dengan stereotype good guy shoot the bad guy atau dalam hal ini mindless stereotype kicking ass action movie, film ini memang jelas bukan untuk anda. 

Ditulis pertama kali di www.ferdot.com
Copyright (C) August 2014.

02 April 2014

The Raid 2: The Celebration of Violence.

Tontonlah The Raid 2, dan anda akan mendapatkan sejenis pesta luarbiasa yang mengagung-agungkan kekerasan. Violence extravaganza! Kisahnya merupakan lanjutan langsung dari The Raid 1, dengan penjahat-penjahat baru, tokoh-tokoh baru yang tidak saja absurd, tapi juga sangat kreatif dalam melakukan kekerasan.

Meskipun ada aktor-aktor veteran seperti Cok Simbara, Tio Pakusadewo, beberapa aktor Jepang, lalu ada pula karakter Julie Estelle yang menarik, namun film ini tidak mempertontonkan hal baru, selain kekerasan, kekerasan, dan kekerasan.

Kisahnya absurd di negeri yang absurd. Tentu saja shootingnya di Indonesia, pemeran dan kru nya sebagian besar orang Indonesia, dan settingnya di Indonesia, tapi tidak ada hal lain yang didapat dari film ini selain bahwa semua masalah diselesaikan dengan cara kekerasan. Leher orang disembelih dan disayat, leher tercabik-cabik, kepala pecah, pikirkanlah beberapa hal kreatif tentang bagaimana orang bisa mati dibunuh, dan film ini jauh melebihi imajinasi terkelam kita.

Saya meyakinkan diri sendiri bahwa film ini bukan bersetting Indonesia. Pada adegan pembantaian terhadap Prakoso (Yayan Ruhiyan yang muncul lagi setelah mati di The Raid 1), ia melarikan diri ke sebuah gang sempit di mana salju sedang turun. Salju! Berarti bukan di Indonesia dong.. tapi hey!! ada gerobak lomie, gerobak bakso dan bakmi di ujung sana.


Tidak ada gambaran cinta kasih di sini, tidak ada persahabatan, tidak ada kasih sayang, adanya anak membunuh orangtuanya dengan darah dingin, teman membunuh teman, teman menipu teman, ayah yang mencoba menenangkan putranya dengan menyarankan agar putranya dibawa ke tempat hiburan malam dan diberi perempuan, dan lain lain. Benar-benar Indonesia digambarkan sebagai violent country. Dan dengan rating di IMDB yang tingginya absurd, Gareth Evans, sutradara kelahiran Inggris, sungguh sukses melakukannya. Dengan rating IMDB yang ngalah-ngalahin The Dark Knight Rises, terbukti bahwa pemuja kekerasan makin banyak di luar sana.

Jauh lebih mending film After the Dark, sebuah film filosofi tentang pilihan-pilihan hidup, tentang pengorbananan dan cinta, yang bersetting di Prambanan, Bromo, dan Pulau Belitong. Indonesia digambarkan sebagai negeri yang indah, dengan tempat-tempat yang memberi makna pada dialog-dialog yang juga penuh makna.

Dan kita sekali lagi diperbodoh oleh orang asing. Dia memperkenalkan dunia perfilman Indonesia, memperkenalkan orang-orang Indonesia, tapi sekaligus menjual kekerasan bernama Indonesia. Saya bisa membayangkan Gareth Evans berkata: "Hey world, do you want to see a movie about violence, here it is from Indonesia. Enjoy it".

Dan tentu saja, akan ada The Raid 3, yang kekerasannya akan digambarkan lebih kreatif lagi. Let's celebrate violence, not love, not friendship, not emphaty. :p

Artikel lain: The Year of Living Dangerously  | Menunggu Godot  | Suuzon 


20 Oktober 2013

DAN BROWN: INFERNO

Photo (C) Ferdy
Setelah Digital Fortress, Deception Point, Angels & Demons, The Da Vinci Code, dan The Lost Symbol, Dan Brown menulis novel berikutnya, Inferno, yang beberapa hari yang lalu diterbitkan oleh Penerbit Mizan, dan bukunya tersedia dalam edisi hardcover maupun paperback.

Inferno didasarkan pada bagian pertama dari The Divine Comedy, sebuah mahakarya yang ditulis oleh Dante Alighieri pada abad ke 14, yaitu kumpulan canto puisi yang terdiri atas 3 bagian, yaitu Inferno (neraka), Purgatorio (tempat penyucian), dan Paradiso (surga). Isinya mengenai perjalanan Dante menelusuri ke tiga tempat tersebut ditemani oleh Virgil. Gambaran Dante tentang neraka, terutama, menjadi acuan bagi generasi berikutnya mengenai siksa-siksa neraka yang digambarkan secara mengerikan, fantastis, dan membuat bulu kuduk merinding. Selama tujuh abad sejak penerbitannya, visi neraka Dante yang terus bertahan telah menginspirasi penghormatan, rujukan, penerjemahan dan variasi oleh berbagai otak kreatif terhebat dalam sejarah, Longfellow, Chaucher, Marx, Milton, opera Wagner, dan lain-lain.

Bagi yang ingin membaca The Divine Comedy bagian pertama yang membahas Inferno, anda bisa membacanya di sini.

Seperti Angels & Demons, The Da Vinci Code dan The Lost Symbol, banyak bagian-bagian dalam Inferno yang mengingatkan saya pada salahsatu buku favorit: "A Short History of Nearly Everything", yaitu ketika Dan Brown, yang dalam hal ini diwakili oleh tokoh utama Robert Langdon, menjelaskan tentang sebuah karya seni, siapa pembuatnya, dan hal-hal yang terjadi pada karya seni tersebut. Robert Langdon, tokoh utama dalam 4 novel terakhir, adalah profesor simbologi dan seni dari Harvard, dan petualangannya telah dituangkan dalam dua film oleh sutradara Ron Howard. Dalam film Angels & Demons dan The Da Vinci Code, Robert Langdon diperankan oleh Tom Hanks.

Inferno dimulai ketika Langdon terjaga di rumah sakit di Florence, Italia, setelah sebuah pembunuhan terhadapnya gagal, dan Dan Brown mengalami amnesia jangka pendek. Dia tidak tahu mengapa dia berada di rumah sakit tersebut, kenapa ada luka di kepalanya, mengapa dia hendak dibunuh, dan mengapa dia selalu mendapatkan mimpi yang berulang mengenai seorang wanita tua yang berada di seberang sungai berair merah darah, dan mengapa ada sebuah tabung bertanda biohazard di saku jaketnya. Dengan bantuan Dr. Sienna Brooks, wanita Inggris pelarian yang juga terdampar di Florence, Langdon menelusuri petunjuk-petunjuk yang ada dan mendapatkan bahwa dunia terancam kiamat karena satu fakta: overpopulation. 

Populasi dunia perlu ribuan tahun--mulai dari awal mula manusia hingga awal 1800an--untuk mencapai 1 milyar penduduk. Lalu secara menakjubkan, hanya perlu waktu satu abad untuk melipatduakan jumlah populasi tersebut menjadi dua milyar pada tahun 1920-an. Setelah itu, hanya perlu limapuluh tahun untuk berlipatdua lagi menjadi empat milyar tahun 1970-an. Tak lama lagi jumlah penduduk dunia akan mencapai 8 milyar. Saat ini setiap tahun penduduk bumi bertambah sekitar seperempat juta orang. Dalam waktu tak sampai 50 tahun ke depan, jumlah yang ada sekarang akan berlipat tiga, sekitar 24 milyar. Ini menurut perhitungan progresi geometris. 

Dengan jumlah penduduk seperti itu, spesies hewan akan punah dengan tingkat percepatan yang drastis, permintaan akan sumber daya alam yang sudah menyusut akan meroket, air bersih akan makin sulit ditemukan, dan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, akan habis dalam percepatan yang luarbiasa, seiring dengan jumlah manusia pemakainya. Dalam waktu tak lama lagi, segala sumberdaya ini akan punah, pohon-pohon akan semakin sedikit seiring pertumbuhan perumahan dan bangunan untuk manusia. Hewan-hewan liar akan kerap memasuki pemukiman, dan dengan sendirinya mempercepat kepunahan hewan-hewan tersebut. Anak dan cucu kita, akan hidup di dunia yang padat manusia, di mana sumberdaya alam adalah sebuah kemewahan besar. Udara yang kita hirup akan beracun, lebih banyak karbon dioksida daripada oksigen, dan sampah di mana-mana, menjadi racun bagi tanah, laut, dan udara.

Maka visi dalam film-film seperti Elysium, Oblivion, Wall-E, dan lirik dalam lagu The Final Countdown nya Europe, di mana manusia meninggalkan bumi dan membentuk peradaban di planet lain, akan menjadi kenyataan sejarah yang muram.

Machiaveli pernah menulis, bahwa: "ketika semua tempat di dunia penuh sesak oleh penghuni sehingga mereka tak bisa bertahan hidup di tempat mereka berada namun juga tidak bisa pindah ke tempat lain, maka dunia akan membersihkan dirinya sendiri."

Machiavelli berbicara tentang wabah sebagai cara alami dunia untuk membersihkan dirinya sendiri.

Thomas Robert Maltus dalam tulisannya yang berjudul An Essay on the Principle of Population, mengatakan: "kekuatan populasi sangat mengungguli kekuatan bumi untuk menghasilkan penghidupan bagi manusia, sehingga kematian prematur harus mengunjungi umat manusia. Sifat jahat manusia bersifat aktif dan dapat berfungsi untuk mengurangi populasi. Sifat-sifat alami manusia bisa menyebabkan pemusnahan besar, dan seringkali menjadi solusi bagi overpopulasi. Namun, seandainya kejahatan gagal melancarkan perang dan pemusnahan, masih ada musim penyakit, epidemi, wabah yang mampu menyapu puluhan ribu manusia, dan lalu wabah kelaparan besar yang tak terhindarkan akan membuntuti dari belakang, dengan satu pukulan kuat akan menyeimbangkan populasi dengan jumlah makanan dan sumberdaya yang tersedia di dunia."

Dalam novel Inferno, Bertrand Zorbist, ilmuwan yang memiliki kekuasaan luarbiasa, menyewa sebuah organisasi rahasia yang dikenal sebagai Konsorsium, untuk melaksanakan pemusnahan masal manusia, dengan langkah-langkah yang telah direncanakan secara matang. Berdasarkan rasio sumberdaya dan populasi, populasi ideal manusia di bumi untuk setiap orang dapat hidup secara sejahtera adalah 4 milyar. Dan Bertrand Zorbist bermaksud memusnahkan separuh dari populasi manusia sekarang, dengan tujuan untuk menghindari kiamat di masa datang dan menyelamatkan bumi. Walaupun kemudian ia meninggal karena bunuh diri, namun pelaksanaan ide gila tersebut tidak menjadi batal, karena pelaksananya adalah organisasi rahasia Konsorsium, yang keberadaannya juga misterius, namun memiliki koneksi yang kuat dengan beberapa lembaga dan pemerintahan negara-negara besar.

Dan hanya Robert Langdon, dengan bantuan dr. Sienna Brooks yang cerdas lah, yang memegang petunjuk untuk mencegah ide gila Bertrand Zorbist itu terlaksana. Langdon, berpacu dengan waktu dan detik-detik menegangkan, menelusuri jalanan dan bangunan indah di Florence yang penuh mahakarya seni dari jaman Renaissance untuk menemukan petunjuk-petunjuk dan mencegah separuh umat manusia dari kepunahan. (Ferdy - Batam 20102013)

"Tempat tergelap di neraka disediakan bagi mereka yang tetap bersikap netral di saat terjadi krisis moral." (Dan Brown: Inferno)



09 April 2013

JAVA HEAT

Jake Travers menjadi saksi mata dalam peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Jogja. Bom tersebut menewaskan Sultana (Atiqah Hasiholan) dan puluhan orang lainnya. Sebelum bom meledak, Jake Travers sempat bertegur sapa dengan Sultana, dan adegan ini tertangkap kamera CCTV. Sultana adalah putri ningrat kerajaan Jawa (keraton Jogja?) dan dianggap sebagai kandidat pengganti Sultan yang saat ini berkuasa. 

Dan kemudian, ternyata Sultana tidak tewas. Mayat yang ditemukan di lokasi kejadian adalah mayat pelacur yang memiliki tato bakar bermotif harimau. 

Jake Travers sendiri adalah agen FBI yang menyamar menjadi mahasiswa seni. Dia ciduk polisi dan diwawancara oleh Letnan Hashim (Ario Bayu). Kemudian dua orang ini, bekerjasama bahu membahu memecahkan masalah yang berawal dari kasus bom bunuh diri ini, hingga membawa mereka ke penjahat internasional yang bergerak dalam bisnis berlian bernama Malik. Siapa pemeran Malik? Mickey Rourke. Semua orang kenal dia, dan dia beberapa tahun yang lalu sempat mendapat nominasi Oscar dalam film The Wrestler. Siapa pemeran Jake Travers? Kellan Lutz. Ada yang kenal?

Kellan Lutz ini pemeran Emmet Cullen dalam film saga ABG Twilight. Dan sebelum film Java Heat ini, saya tidak tahu siapa dia.

Java Heat sendiri, produksi Margate House, adalah sejenis film laga yang sangat tipikal Hollywood. Dengan budget yang katanya 10 juta dolar, didapuklah nama besar seperti Mickey Rourke, dan untuk Indonesia, ada Tio Pakusadewo, Atiqah Hasiholan, dan Ario Bayu. Bagaimana filmnya?

Sebagai hiburan, film ini lumayan. Tidak ada hal yang baru, hanya film kelas B dari Hollywood, dengan setting kebetulan di Indonesia, terutama Jogja. Karena ini film Hollywood, maka klise-klise Hollywood tentang negara dunia ketiga muncul di beberapa adegan.

Sebagai contoh, ketika Letnan Hashim (yang kemudian dipanggil Hash oleh Jake Travers) mewawancarai Jake, sang polisi memutar rekaman CCTV yang diambil dari kaset video jadul, diputar di VCR jadul, dan ditonton di televisi jadul mirip yang berasal dari tahun 70-an. Kantor polisi nya dibikin gelap dan kumuh, tidak ada layar LCD apalagi LED, adanya komputer jadul. Sementara Jake Travers sendiri memiliki laptop keluaran terbaru sebagai sarana video conference dengan atasannya di markas FBI. Padahal anak SMP di Indonesia saja sudah memiliki laptop kelas high-end dengan spesifikasi tinggi dan biasa bervideo conference bersama rekan-rekannya.

Kamera menyorot sudut sudut kumuh kota Jogja, becak, anak-anak tak bersendal, dan potret hidup orang miskin. 

Yang lucu, Malik (Mickey Rourke) memiliki dua penari Jawa cantik yang diam seperti patung, dan hanya bergerak jika disuruh dan disuapin kacang. Dan si Malik ini punya peliharaan burung Cendrawasih juga.

Kalau ada yang bilang film ini akan mengangkat nama Indonesia karena lokasi shootingnya di Indonesia, kayanya bakalan jauh dari itu. Dengan pengecualian adegan di Borobudur,  adegan-adegan film ini banyak memiliki aspek yang mendiskreditkan Indonesia.

Dari mana saya tahu padahal filmnya baru akan tayang di bioskop tanggal 18 April nanti? Karena saya sudah nonton, karena film ini sudah bocor duluan di internet, dengan gambar dan suara yang kualitasnya bagus. Ini link nya: http://thepiratebay.gl/torrent/8235799 

Java Heat tidak menawarkan hal baru, hanya film laga Hollywood biasa dengan script yang kurang bagus, plot yang klise, dan akting yang mengecewakan. Bahkan Mickey Rourke pun seperti salah tempat di situ.
(Ferdy-Batam, 9 April 2013).