24 Juni 2009

Mata Hari

Mata Hari tewas di hadapan regu tembak di Vincennes, Perancis, di pagi yang suram tanggal 15 Oktober 1917.

Reporter Inggris, Henry Wales, menulis kesaksiannya pada saat Mata Hari dieksekusi:

“...secara simultan suara tembakan berbunyi. Api dan asap kelabu keluar dari masing-masing senapan. Kemudian para prajurit menjatuhkan senjatanya. Mata Hari pun jatuh. Dia tidak mati seperti aktor atau bintang film yang memperagakan kematian pada saat ditembak. Dia tidak mengangkat tangannya dan juga tidak terjengkang ke depan atau ke belakang.
Dia hanya tumbang. Perlahan-lahan, dia berlutut, kepalanya selalu tegak, tanpa ada perubahan ekspresi pada wajahnya. Kemudian dia jatuh ke belakang, terlipat di pinggang, dengan kaki berada di bawah tubuhnya. Dia terbaring diam tak bergerak, dengan wajah menghadap langit...”


 Image result for mata hari

Mata Hari, si femme fatale, dihukum mati oleh pihak Perancis dengan tuduhan menjadi mata-mata dan agen ganda bagi pihak Jerman dan Inggris. Nama aslinya adalah Margaretha Geertuida Zelle, warga Belanda. Ia dikenal juga dengan nama sandi agen H-21. Dunia pada saat itu menyaksikan kedahsyatan Perang Dunia pertama. Setiap perang membutuhkan aksi intelijen, dan Mata Hari pun terlibat di dalamnya.

Nama Mata Hari dipakainya sejak ikut suaminya, perwira kolonial Hindia Belanda pemabuk yang bertugas di Jawa dan Sumatera antara tahun 1897 – 1900. Selama di Jawa, dia belajar bahasa dan budaya Jawa, termasuk tari-tariannya. Karena jatuh cinta dengan budaya Indonesia, diapun mengganti namanya dengan Mata Hari dan tidak mau lagi dipanggil Margaretha.

Sejak berpisah dari suaminya, Mata Hari pun kembali ke Eropa dan menghidupi dirinya dengan menjadi penari. Dia menjadi terkenal tidak saja karena tariannya unik, karena mengadopsi tarian Melayu, Jawa dan Timur Tengah, tapi juga karena Mata Hari tidak segan berpakaian minim, sesuatu yang langka di bagian tertentu Eropa pada waktu itu.

Pada saat Perang Dunia pertama, Belanda menjadi pihak yang netral. Karenanya, sebagai warga negara Belanda, Mata Hari leluasa bepergian ke sana ke mari dan menyeberang perbatasan negara-negara Eropa untuk menari. Untuk menghindari medan perang, dia bepergian antara Perancis dan Belanda lewat Spanyol dan Inggris. Selama periode inilah Mata Hari direkrut Jerman dan Inggris untuk menjadi mata-mata, espionage lady. Ada desas-desus bahwa Mata Hari juga bermain untuk pihak Perancis, dan si agen H-21 dihukum mati karena tahu terlalu banyak rahasia-rahasia negara. Akhir hidupnya yang tragis di hadapan regu tembak membuat namanya makin dikenal.

Mata Hari menjadi mata-mata bukanlah karena ia pintar. Ia direkrut semata-mata karena daya tarik sensualitasnya. Manusia sudah belajar banyak tentang wanita dan bagaimana pengaruh wanita terhadap seorang pria. Mata Hari adalah contoh femme fatale, istilah Perancis untuk deadly woman. Femme fatale ada di mana-mana dan di setiap jaman. Dia bisa menyebabkan perang dan juga mencegah perang. Ingatlah ketika hegemoni dan struktur kekuasaan Romawi menjadi simpang siur karena Caesar dan Marcus Anthonius jatuh cinta pada Cleopatra, sang ratu Mesir. Ingatlah tentang Perang Troya (Trojan Wars), ketika Paris melarikan Helen of Troy dan tindakannya menyebabkan perang dahsyat yang memilukan antara Sparta dan Troya. Ingatlah ketika Samson kehilangan kekuatan karena rayuan Delilah. Juga Salome, yang rayuan mautnya bisa memanipulasi Raja Herod untuk membunuh John the Baptist. Ingatlah tentang keruntuhan dinasti Louis di Perancis karena ketamakan Marie Antoinette, yang akhirnya tewas di pancung dengan guilotin.


 

Dan ingatlah pertumpahan darah yang terjadi di Singosari ketika Ken Arok jatuh cinta pada Ken Dedes dan ingin merebutnya dari Tunggul Ametung.

Femme fatale ada di setiap tempat dan di setiap jaman. Dan kisahnya akan selalu berakhir tragis, seperti yang dialami Mata Hari. 


Tulisan lainnya: TopengRadio 1 | Radio 2 | Saodah

17 Juni 2009

TOPENG

“Bukalah topengmu, anakku.” demikian kata Greedius pada Narcissus.
“Tapi Bapa, topeng ini begitu kucintai,” demikian tampik Narcissus.

Alkisah, tatkala Narcissus bertemu telaga yang jernih, ia melihat wajah seorang pemuda tampan nan rupawan di permukaan air telaga itu. Wajahnya begitu indah, sehingga Narcissus jatuh cinta pada wajah itu. Ketika ia ke kota dan untuk pertama kalinya bertemu dengan benda yang disebut cermin, lagi-lagi ia melihat wajah rupawan itu. Di cermin itu, wajahnya terlihat lebih rupawan lagi. Dan cintanya pun kian bertambah.

Tentu saja, tanpa disadarinya, Narcissus jatuh cinta pada diri sendiri, dan kadar cintanya begitu kuat dan tak terpatahkan, sehingga dewa pun mengirim Greedius untuk menyadarkannya. Greedius yang punya masa lalu sebagai makhluk yang serakah, memilih memakai muslihat untuk mematahkan keyakinan Narcissus.

Pada suatu malam kelam berhujan, Greedius menemukan Narcissus duduk termenung di telaga yang kelam.

“Oh , Bapa. Tak kulihat lagi wajah rupawan di permukaan telaga ini.”

“Bukankah itu wajahmu sendiri, Narcissus.” Kata Greedius.

“Bapa, tidak mungkin wajah serupawan itu milikku. Wajah itu begitu indah, begitu bersih, telaga ini menjadi bening karena kehadiran wajah itu.”

“Sesungguhnya, Narcissus, kau mengenakan topeng. Yang terlihat di permukaan telaga itu adalah topengmu. Tidak ada wajah manusia yang begitu indah, melainkan topeng.”

Greedius pun mengeluarkan cermin yang sudah disiapkannya, dan memberikannya pada Narcissus.

“Lihatlah, Narcissus. Ini cermin, dan tugasnya memantulkan kembali citra di depannya. Jika kau melihat ke dalam cermin ini, yang kau lihat adalah dirimu yang sedang memakai topeng.”

Tatkala Narcissus melihat ke dalam cermin itu, maka berlinanglah air matanya karena terharu bisa melihat kembali wajah rupawan itu. Narcissuspun berkata:

“Oh, Bapa. Lihatlah wajah ini, kesedihan apakah yang menghantuinya sehingga dia menangis?”

“Itu topeng, anakku. Kerjanya hanya bisa menangis, dan dia menangis untuk segala hal. Untuk kesedihan, untuk keindahan, untuk kebahagiaan. Bukalah topeng itu.”

“Tapi Bapa, kalaulah ini gambaranku, dan aku sedang memakai topeng yang begitu kucintai ini, bagaimana bisa aku melepaskannya.”

Greediuspun mengeluarkan cermin kedua. Ia memiliki muslihat untuk mencelakakan Narcissus. Sesungguhnya ia benci melihat orang terlalu mencintai diri sendiri, sehingga tidak dapat mencintai orang lain. Ia berkata pada Narcissus: “Inilah caranya, Narcissus. Kau pukulkan cermin ajaib ini ke wajahmu keras-keras, dan topeng itu akan terlepas, sehingga kau bisa melihat wajah aslimu, yang sebenarnya jauh lebih indah dan rupawan daripada topeng itu.”

Dan Narcissuspun menurut. Ia melakukan seperti yang disuruh Greedius. Dihantamkannya cermin itu ke wajahnya sendiri. Tapi kehendak Greedius tidak bisa menaklukkan kehendak dewa. Greedius ingin wajah Narcissus hancur dan terluka, tapi di saat itu, di tengah malam kelam di tepi telaga hitam itu, tiba-tiba petir menyambar cermin yang dipegang Narcissus, dan cermin itu hancur berkeping-keping.

Narcissus memang mencintai wajahnya, tapi dia tidak sadar bahwa dirinya lah yang dicintai, Narcissus selalu menganggap itu wajah makhluk lain. Dan para dewa di gunung Olimpuspun menyadarinya. Greedius dipanggil pulang, dihukum untuk menjadi makhluk serakah (greedy) sepanjang hidupnya, yang selalu menginginkan segala hal.

Narsisme tidak sama dengan egoisme. Narsisme adalah bentuk salah kaprah dalam mencintai diri sendiri. Keindahan-keindahan dalam narsisme yang terbataslah yang menghidupkan seni di dunia ini. Juga lukisan-lukisan jaman Renaissance, dunia mode dan fashion pada jaman kini, dengan segala aktifitas selebritinya yang hidup dan menghidupkan. Sementara egoisme adalah kesadaran bahwa “aku” adalah orang paling penting di lingkungan”ku”, dan karenanya “aku” harus selalu mendapatkan yang terbaik, dengan mengorbankan orang-orang di sekitar”ku”. Tidak peduli orang lain, yang penting hanyalah tiga hal : “aku”, “aku”, dan “aku”.

Dan kemudian, ketika Greedius meninggalkan Narcissus seorang diri di tepi telaga, langitpun berubah terang, kelam menjadi benderang, dan telaga hitam menjadi jernih cemerlang. Sekali lagi, Narcissus melihat ke dalam telaga, dan melihat sosok makhluk rupawan itu. Kali ini Narcissus tak ingin terpisah lagi dengan keindahan yang dilihatnya. Maka iapun terjun ke dalam telaga, dan mengejar bayangannya sendiri hingga ke dasar telaga. Narcissuspun mati.

Ia mati demi mengejar keindahan.

09 Juni 2009

Terminator Salvation

Pada awalnya saya skeptis dengan franchise keempat dari film Terminator ini. Bagaimana mungkin membuat film Terminator tanpa keterlibatan Arnold Schwarzenegger. Schwarzenegger berperan sebagai T-800 dalam film Terminator (1984), Terminator 2: The Judgement Day (1991), dan Terminator 3: Rice of the Machines (2003). Ini ibarat membuat film Mr. Bean tanpa kehadiran Rowan Atkinson.

Ternyata saya salah. Dalam credit list, nama gubernur California ini memang tidak tercatat, tapi Arnold Schwarzenegger memang muncul, walaupun dalam bentuk CGI. Menjelang akhir film, John Connor (Christian Bale) dibantu cyborg Marcus Wright (Sam Worthington) berhadapan dengan T-800 yang profilnya sama dengan Arnold Schwarzenegger dalam film Terminator pertama. Walaupun durasi kemunculan Schwarzenegger begitu singkat, tetap saja ini menjadi kejutan yang menyenangkan.

Kejutan lain adalah atmosfir masa depan yang dulu diciptakan James Cameron (sutradara dan creator film Terminator dan Terminator 2) masih sama terasa, bahkan lebih baik. Jalan ceritanya pun sangat 'nyambung' dengan film-film Terminator sebelumnya. Tokoh-tokoh kuncinya pun tetap sama, ada Kyle Reese, Kate Brewster Connor, John Connor, T-800, Skynet, Cyberdine, bahkan nama Sarah Connor yang dulu diperankan oleh Linda Hamilton pun masih disebut-sebut, dan tentu saja ada cyborg jenis baru yang canggih yang diperankan oleh Sam Worthington.

Jika anda sebelumnya pernah menonton satu saja salah satu film Terminator, film ini bisa jadi cukup untuk melengkapi franchise yang dibuat sejak tahun 1984 ini. Tentu saja jika anda memang termasuk orang yang suka menonton film dengan genre
science fiction.

04 Juni 2009

The Year of Living Dangerously

Reposted
Film ini nyaris sempurna dari segala aspek. Penyutradaan, skenario, setting lokasi, seting suasana, akting, gambar, editing, semuanya. Berkisah tentang seorang wartawan Australia yang bertugas di Jakarta pada masa kritis sekitar percobaan kudeta tahun 1965. Dilarang beredar di Indonesia sejak 1983 hingga tahun 2000, rasa penasaran kita akan film ini terobati dengan beredarnya vcd/dvd originalnya di pasaran beberapa tahun yang lalu.


Adalah Guy Hamilton (Mel Gibson), seorang wartawan yang mendapat tugas untuk meliput peristiwa-peristiwa di Jakarta pada tahun 1965. Guy mengalami hal-hal yang sulit, selain harus bersaing dengan wartawan asing lain, pada masa itu sedang gencar-gencarnya propaganda anti-imperialis (baca : anti Barat) dan Indonesia sedang dekat ke poros komunis (baca : Peking, Cina). Barat sangat tidak disukai, di mana-mana slogan anti Barat diteriakkan. Untuk mewawancarai Presiden Sukarno misalnya, Guy harus kucing-kucingan dengan wartawan lain. Alih-alih, sahabatnya Billy Kwan, fotograper cebol turunan Australia-Cina (diperankan degan brilian oleh aktris Linda Hunt) membuka kesempatan bagi Guy untuk mewawancarai Aidit, pemimpin PKI pada masa itu.Billy Kwan adalah fotografer humanis yang hobbynya mengumpulkan foto-foto dan data-data orang-orang di sekitarnya. Billy memotret kehidupan rakyat jelata di Jakarta waktu itu. Foto-fotonya berbicara banyak, menggambarkan sulitnya kehidupan rakyat jelata Indonesia, kekumuhan daerah pinggiran, tukang-tukang becak, pelacur, beras yang dijatah dengan kupon, seorang ibu yang tak mampu ke dokter untuk mengobati anaknya yang sakit. Billy menyukai wayang kulit dan memahami betul akan falsafah Jawa, dengan fasih dia mengutip dialog antara Krisna dan Arjuna, dan dengan cara yang bagus menerangkan kepada Guy bahwa wayang ditonton di balik layar, bahwa orang yang memainkan wayang disebut dalang, dan iapun mengasosiasikan Sukarno sebagai dalang, yang menggerakkan dan mengontrol dua belah pihak, kejahatan dan kebaikan, komunis dan nasionalis. Billy adalah pengagum berat Sukarno, mengumpulkan potret-potretnya dan bahkan suka bergaya sebagai Sukarno.Tapi ia berbalik menghujat ketika menyadari kontrasnya kehidupan antara pejabat negara dan rakyat jelata, dipicu oleh meninggalnya seorang anak kecil dan dirampoknya truk beras oleh rakyat, Billy menggelar poster besar bertuliskan : "Sukarno, feed your people" dari jendela sebuah kamar hotel, dan ia tewas karenanya.Di tengah gejolak politik Indonesia yang tidak menentu, Guy jatuh cinta dengan Jill Bryant (Sigourney Weaver), seorang diplomat Inggris. Suatu saat, Jill mendapat kabar rahasia bahwa akan ada pengiriman senjata besar-besaran untuk PKI. Naluri jurnalistik Guy bangkit dan ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran kabar tersebut. Di sini Guy terbentur pada dua kepentingan, kabar itu sagat rahasia, dan jika Guy akan menerbitkan berita itu, komunitas asing di Jakarta akan tahu sumber berita nya dari Jill Bryant dan keselamatan mereka akan terancam.Guy mempunyai asisten bernama Kumar dan Lily. Belakangan diketahui bahwa Kumar adalah aktivis PKI dan ikut bagian di dalam rencana kup 1 Oktober. Di akhir cerita, Guy berhasil mendapatkan berita yang diinginkannya, dan berhasil keluar dari Jakarta setelah dengan susah payah menembus blokade tentara di jalan-jalan dan airport.
Setting lokasi dalam film ini sangat bagus. Sutradara mampu menciptakan suasana khas Indonesia yang begitu kental, termasuk hal-hal kecil seperti umpatan karyawan hotel, gertakan tentara, lagu Soleram yang disenandungkan seorang pedagang dan lain-lain.
Mel Gibson (Mad Max, Lethal Weapon 1-4, Braveheart, Payback, The Patriot, We Were Soldiers, The Signs) bermain bagus. Sigourney Weaver (Alien 1-4, Copycat, Ghostbusters) tampil menawan. Yang luarbiasa adalah penampilan Linda Hunt, dengan brilian berhasil memerankan karkter seorang wartawan foto (pria) yang idealis namun misterius. Ia mendapat Oscar sebagai aktris pembantu terbaik untuk film ini di tahun 1983. 

Istilah The Year of Living Dangerously sendiri diambil dari pidato Presiden Soekarno pada tahun 1964 dalam memperingati HUT RI ke 19, yang diberi judul Tahun Vivere Pericoloso. Ini menunjukkan adanya indikasi negara dalam perpecahan yang dilatarbelakangi oleh nafsu haus kekuasaan. Tahun tahun penuh bahaya di mana kawan bisa menjadi lawan, begitu pula sebaliknya, di mana orang-orang bersedia membunuh dan menteror atas nama apapun. Di mana rakyat adalah pion yang dimanipulasi oleh dua belah pihak yang bertikai demi kepentingan kekuasaan kelompok tertentu.

Semoga hal ini tidak terjadi lagi di negara kita yang sedang gencar-gencarnya membangun dan mengejar ketinggalan dari negara lain.

Jika tidak, artinya kita tidak belajar dari sejarah, dan alangkah bodohnya kita. 

Artikel terkait : Casablanca | Doea Tanda Mata | Membunuh Itu Gampang

01 Juni 2009

Orang Indon

Kisah Manohara (jika benar) hanyalah merupakan puncak gunung es, di bawahnya masih banyak banyak bangsa Indonesia yang diperlakukan tidak semestinya di negara jiran tersebut. Tingkah laku keluarga sultan-sultan di sana memang banyak yang macam setan dan arogan, heran, padahal tiap sholat Jumat keluarga sultan-sultan di sana selalu didoakan, (makanya jumatan di sana bisa sampai 2 jam lebih).

Rakyatnya di sana juga banyak yang menganggap remeh bangsa Indonesia. Mereka menganggap bangsa kita adalah bangsa kuli. Saya ingat pengalaman sewaktu dulu masih kerja di biro wisata di Johor Bahru. Sewaktu makan siang bersama kawan-kawan di food court dekat kantor, ada yang mendekati, menanyakan letak salah satu kantor properti. Sewaktu saya jawab, dia langsung menaikkan alis, dan berkata:

"Awak orang Indon ye?" nadanya lebih berupa tuduhan daripada pertanyaan.
"Bukan, saya orang Indonesia." saya jawab.
"Ah sama sajalah. Orang Indon lah."
"Saya tidak tahu di dunia ini ada bangsa Indon. Saya orang Indonesia."
"O macam tu ye. Awak kerja kat estate mana?"
"Saya tidak bekerja di estate."
"Orang Indon mestilah kerja di estate."
"Dasar warik. Saya kerja di pejabat."
(Sukurlah dia tidak tahu arti warik).
"Awak ni member kat sini ke?"
"Betul. Anda mau ke mana tadi ? Arahnya di sana ya."
....

Selain mereka seenaknya menyingkat nama bangsa kita, mereka juga menyangka bahwa Indonesia sebagai bangsa kuli tentunya hanya bisa mengirim pekerja perkebunan dan buruh. Ini tak bisa disalahkan karena mayoritas orang kita di sana ya sebagai TKI. Mungkin karena itu mereka menganggap sepele, sehingga dengan seenaknya mencaplok pulau-pulau, memukuli kontingen olahraga, mengklaim seni budaya, dan menjadikan perempuan-perempuan kita sebagai istri ke dua, ke tiga, ke tiga setengah, dan seterusnya. Di mata mereka, Indonesia tidak punya wibawa.

Jadi presiden ke depan harus lebih tegas. Kalau ada kapal Malaysia yang memprovokasi dengan memasuki wilayah kedaulatan, kasih peringatan dan tembak di tempat. Kalau ada wasit Indonesia dipukuli dengan semena-mena, usir dubes malaysia untuk indonesia dan beri cap persona non grata. tarik semua TKI (walaupun sulit dan hampir mustahil). Negara itu akan lumpuh jika para TKI dikeluarkan dari sana. Jangan mau dianggap sepele lagi, bangsa kita adalah bangsa yang besar, yang secara tradisional merupakan keturunan dari bangsa penakluk di jaman Majapahit dan Sriwijaya, yang terbiasa menjelajah hingga ke Siam, Campa, Cina, hingga Madagaskar. Bangsa Malaysia tidak punya jejak sejarah yang besar selain Laksamana Hang Tuah yang notabene berasal dari Kepulauan Riau, Indonesia. Makamnya saja yang kebetulan di Malaka. Itupun masih bisa diperdebatkan.

O ya, jangan lupa. Sebelum itu ganti dulu Dubes Indonesia untuk Malaysia yang tidak becus itu
.