22 Mei 2012

Devdan: Treasure of the Archipelago

Perlu 3 kali menonton bagi saya untuk dapat menangkap nilai-nilai artistik, olah gerak dan detil-detil plot Devdan dengan lebih maksimal. Tiga kali mendapat undangan dari pihak Bali Nusa Dua Theater (terimakasih buat Ibu Ramelia dan Pak Indra dari Devdan), saya memutuskan untuk menuliskan kesan saya, yang seharusnya saya lakukan berbulan-bulan yang lalu.

Devdan (dari bahasa Sansekerta yang artinya pemberian atau anugrah), bercerita tentang anugrah Tuhan kepada Indonesia, melalui kacamata dua orang bocah yang terpisah dari rombongan saat mengikuti tur ke Monkey Forrest. Monkey Forrest adalah kawasan wisata di daerah Ubud yang elegan.

Pertunjukan dimulai tepat pukul 19 wita, pada hari Senin, Rabu, Jumat dan Sabtu. Kisahnya dimulai dengan dua bocah yang mengikuti tur dan mulai bosan dengan aktifitas yang ada. Mereka menjelajahi sendiri Monkey Forrest dan di atas sebuah bukit, menemukan peti harta karun. Dari sinilah perjalanan artistik yang indah, luarbiasa, dan spektakular dimulai.

Dari dalam peti harta karun, sang anak lelaki menemukan udeng (penutup kepala tradisional Bali) dan secara ajaib mereka berpindah ke sebuah suasana kehidupan sosial Bali, di mana para petani sedang memanen, para remaja putri nya menari, ibu-ibu membawa sesembahan yang indah, dan seorang pendeta Hindu sedang berdoa untuk Bali. Kemudian tari-tarian  menampilkan suasana festival layang-layang, yang biasa dilaksanakan setelah panen. Lalu sesi Bali ini ditutup dengan pertunjukan kecak, dengan special effect yang canggih, di mana pusat panggung tiba-tiba berputar, lalu api muncul di sekeliling mereka, bahkan air kolam di depan panggung menggelegak hingga terbakar. Fantastis.

Dari Bali, penonton kemudian diajak mengikuti perjalanan ke Jawa, dengan tari-tarian yang lembut, pertunjukan sejenis debus, diikuti dengan parade perang yang menampilkan prajurit-prajurit Jawa dan kemunculan Nyi Roro Kidul yang tingginya yang tingginya lebih dari dua meter. Ada hal yang unik di sini, ketika beberapa pasang penari menghilang ke balik kelir dan berubah menjadi karakter wayang. Empat penari tersebut kemudian lenyap dari panggung, bahkan pada saat panggung wayang tempat di mana para penari tersebut menghilang berputar sehingga bagian belakangnya terlihat oleh penonton, ke empat penari tersebut tidak kelihatan lagi. Saya jadi teringat pada pertunjukan David Copperfield. Sewaktu saya tanya pada pak Indra ke mana keempat gadis tersebut menghilang, secara diplomatis dia menjawab bahwa itu adalah rahasia perusahaan. 

Berikutnya penonton diajak ke pulau Sumatera. Di sini dipertunjukan tarian Saman Aceh yang luarbiasa indah dan memukau serta membuat bulu kuduk merinding. Penonton juga terpukau pada saat panggung menampilkan special effect dan sound effect ketika sebuah negeri di Sumatera dilanda kemarau dan kebakaran hutan, lalu tiba-tiba turunlah hujan dari langit-langit panggung, dan suasana yang tadinya panas, kerontang dan merah membara, tiba-tiba menjadi sejuk dan menyegarkan. 

Tari-tarian yang muncul adalah tari piring, tari pintal tenun, tari bendera naga dari sumatera selatan dengan atraksi salto dan akrobat di udara. Yang membuat saya menahan napas adalah penampilan seorang laki-laki yang menggantung di ketinggian 10 meter dan menari dengan hanya menggunakan kain sutra yang digantung dari atas panggung. Saya jadi teringat pertunjukan Cirque Du Soleil yang pernah saya tonton di TV.

Lalu ada selipan modern dance, dan juga selipan yang menggelitik dan penuh humor di mana tiga orang pemburu berusaha menangkap seekor monyet, diikuti dengan Monkey Dance yang enerjik dan membuat kita ingin ikut berjingkrak bersama monyet-monyet itu.
Penonton kemudian diajak mengunjungi Kalimantan, di mana sepasang orang Bunian mempertunjukan tarian memukau yang merupakan campuran balet dan akrobatik. Kedua penari tersebut berputar-putar di atas penonton dengan gerak-gerik yang indah dan terkoordinasi. 
Pada saat kedua bocah yang menjadi benang merah dalam menampilkan narasi pertunjukan menemukan sebuah koteka dari dalam peti harta karun, penonton lalu diajak melihat kehidupan sederhana dari Papua, di mana ada tari-tarian yang menggambarkan perburuan menggunakan tombak, lalu tari-tarian menggunakan api yang membuat kita terpesona. 
Lalu pertunjukan ditutup pada saat kedua bocah tadi mengambil kesimpulan, bahwa harta karun Indonesia itu bukan hanya terletak pada kekayaan alam dan barang tambangnya, tapi justru pada keanekaragaman dan perbedaan budayanya. Lalu penonton pun, yang sebagian besar bule dan dari negara-negara lain, berdiri memberikan standing ovation pada saat semua kru Devdan berkumpul di panggung untuk menyampaikan salam perpisahan.
Secara keseluruhan, Devdan adalah pertunjukan memukau yang dikelola secara profesional, melibatkan skill akrobatik, tari-tarian dengan presisi tinggi, timing yang luar biasa, ditambah dengan teknologi canggih yang diterapkan pada panggung, special effect, sound effect dan lighting. 

Devdan mengkombinasikan tari-tarian modern dan kontemporer dengan pertunjukan akrobatik yang terinspirasi dari keindahan tarian tradisional Indonesia. Dalam hal ini, misi Devdan adalah untuk memberikan pendidikan dan pengenalan budaya Indonesia ke penonton Internasional, juga untuk menjaga dan menghidupkan kelangsungan seni dan budaya Indonesia.
Dalam pertunjukan yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, kita akan menjelajahi dan melihat kembali keindahan seni Indonesia; selain Bali, kita menyaksikan keindahan budaya Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Papua. Untuk alasan inilah kenapa Devdan dipertunjukan di Bali, karena Bali adalah kawasan dan gerbang Internasional.

Pertunjukan berdurasi satu setengah jam ini merupakan hal yang wajib ditonton jika Anda ke Bali. Anda tidak akan bosan menontonnya, karena penampilan penari nya yang energik dan menyenangkan. Tanpa kita sadari, penampilan yang energik dari para penari Devdan mempengaruhi mood kita, dan kitapun serasa ingin jadi bagian dari Devdan, ikut berjingkrak-jingkrak menarikan tari pendet, tari saman, tari tenun, tari hujan, tari berburu dan lain-lain.

(Originally posted on www.ferdot.com)
Artikel terkait: Oedipus | Menunggu Godot | Hypnerotomachia Poliphili