01 Mei 2011

Love In The Time Of Cholera

"Fermina, aku telah menunggu kesempatan ini selama 51 tahun, 9 bulan dan 4 hari. Selama itulah aku mencintaimu sejak saat pertama aku bertemu denganmu.. sampai saat ini."

Demikian ungkap si tua Florentino Ariza (Javier Bardem) kepada wanita pujaannya, Fermina Daza. Florentino tak pernah berhenti mencintai Fermina (Giovanna Mezzogiorno), walaupun 51 tahun telah berlalu dan Fermina menikah dengan seorang dokter. Ketika suami Fermina meninggal, Florentino tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan mengungkapkan kembali perasaan cintanya kepada Fermina, tak peduli usia mereka sudah tua.

Florentino dan Fermina saling jatuh cinta ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya. Waktu itu Florentino muda sedang mengantarkan telegram untuk ayah Fermina. Mereka kemudian saling berkirim surat dan puisi, dan saling memahami satu sama lain. Betapa surat menyurat mereka menjadi begitu romantis, karena hanya melalui suratlah satu-satunya cara mereka bisa berkomunikasi, setiap surat yang terkirim terasa indah dan mendebarkan. Setiap baitnya dibaca ulang tanpa bosan, karena setiap kata merupakan ungkapan dari perasaan hati mereka masing-masing.

Namun hubungan tersebut ditentang oleh ayah Fermina, Lorenzo Daza (John Leguizamo). Lorenzo menemui Florentino dan mengatakan bahwa ia ingin anaknya berhubungan dengan orang terpandang, bukan dengan orang biasa seperti Florentino. Lorenzo bahkan mengancam Florentino dengan pistol. Mendapat ancaman demikian, Florentino berkata: "Shoot me. There is no greater glory than to die for love." Merasa hilang akal, kemudian Fermina dibawa paksa oleh ayahnya pindah ke daerah terpencil di pegunungan. Pada saat berpisah, Fermina memotong rambutnya, lalu potongan rambut tersebut dikirim ke Florentino melalui kurir. Dari sinilah awal penantian Florentino dimulai.

Florentino tidak tahu Fermina pergi ke mana, namun ia setia menunggu. Florentino menunggu setiap malam di mercusuar sembari menantikan kedatangan kapal laut yang menghantarkan Fermina kembali kepadanya. Namun, semua itu sia-sia. Bertahun-tahun setiap hari ia ke mercusuar namun ia tak pernah melihat kapal Fermina datang.

Selang beberapa waktu akhirnya Fermina kembali, namun Fermina yang sekarang telah berubah, bukan lagi Fermina yang Florentino kenal dahulu. Bahkan Fermina telah menganggap kisah mereka berdua di masa lalu hanyalah ilusi belaka. Dan, itulah momen yang menyesakkan dalam kehidupan Florentino. Fermina ternyata telah berusaha melupakan semua kenangan akan mereka berdua. Semua bertambah perih disaat Fermina memilih menerima pinangan Dokter Juvenal Urbino (Benjamin Bratt),  dokter yang ia temui ketika ia diduga terkena kolera, yang juga disetujui oleh Ayahnya. Maka Fermina pun menikah dengan Dr. Urbino, sebagai orang terpandang Dr. Urbino sering membawanya ke dalam pertemuan-pertemuan kelas atas di masa itu.

Fermina telah dikarunia anak, dan saat itu menjadi titik balik dari kehidupan Florentino. Dengan kepandaiannya menulis kata-kata cinta nan puitis ia diangkat menjadi juru tulis di The River Company of Carribean, perusahaan di bidang surat menyurat, yang dijalankan oleh pamannya. Pilihan Florentino untuk bekerja semata-mata agar ia bisa dipandang terhormat oleh para wanita, yang digambarkan pada masa itu hanya memandang pria dari segi materi saja. Karier Florentino berjalan pesat, apalagi ketika pamannya memutuskan untuk mewariskan tampuk seluruh usahanya kepada keponakannya itu. Semua orang di kota kini telah mengenal Florentino baik sebagai pemimpin perusahaan The River Company of Carribean, juga sebagai seorang penulis puisi handal. Akan tetapi, semua itu tidak sejalan dengan kehidupan cinta Florentino. Meski, ia telah berkencan dengan 623 wanita, namun tak ada satu pun dari mereka yang mampu memudarkan cintanya kepada Fermina, cinta pertama dan sejatinya.

Di sisi lain, saat kehidupan rumah tangganya tengah dilanda masalah, Fermina terkadang terbayang akan kenangan masa mudanya dengan Florentino, namun sekali lagi ia anggap itu hanya ilusi masa lalu.

Segala penantian pasti ada akhirnya, dan penantian yang dinantikan dengan penuh rasa cinta niscaya akan berbuah manis. Dan itulah yang dirasakan Florentino. Pasca kematian Dokter Juvenal Urbino, ia kembali mengirimkan Fermina surat demi surat, meski Fermina selalu menolaknya, ia terus mengirimkan surat-surat itu. Sampai akhirnya Fermina menyetujui untuk bertemu kembali setelah 51 tahun berlalu. Dan dengan usulan Fermina pula, mereka berdua melakukan perjalanan dengan kapal laut, sekaligus melanjutkan lagi kisah-kisah masa lalu mereka yang sempat tertunda. Akhirnya, penantian Florentino akan mendapatkan cinta sejati Fermina berakhir pada 54 tahun 4 bulan 11 hari. Dalam jangka waktu tersebut, ia telah melewati wabah kolera yang melanda desanya, perang saudara, sakit hatinya kepada sang wanita, dan mengencani sebanyak 623 wanita, yang dia anggap sebagai pelarian atas rasa sakit hatinya. Selama itu pula Florentino tetap menyimpan kata-kata di dalam hatinya bahwa, “perjalanan hidupnya akan berakhir di hati Fermina.”

Love in the time of Cholera adalah film romans menawan yang  diangkat dari sebuah novel sastra masterpiece, salah satu yang paling banyak dipuji kritikus, karya pemenang Nobel Gabriel Garcia Márquez. Inti kisahnya adalah tentang cinta, sebuah janji, dan perjuangan panjang dalam menemukan kembali cinta sejati yang hilang. Bahwa cinta Florentino kepada Fermina yang telah melewati rentang ruang dan waktu, yang tak pernah terkikis oleh perang, kelaparan, wabah penyakit, godaan dan usia, adalah benang merah utama kisah ini. Berapa lama manusia sanggup menunggu untuk mendapatkan kembali cinta sejati.

Novel inilah yang dicari-cari tokoh Jonathan Trager dalam film Serendipity. Saya sendiri belum sempat membaca novelnya sebagai perbandingan, walaupun saya sudah mulai mencarinya sejak tiga tahun yang lalu. Filmnya sendiri disutradari oleh Mike Newell, sutradara Inggris yang sudah menelurkan Four Wedding and a Funeral, Harry Potter and the Goblet of Fire, dan Prince of Persia: The Sands of Time. Filmnya sendiri sudah saya tonton beberapa waktu yang lalu, dan saya sudah menyiapkan beberapa catatan kecil sewaktu menontonnya. Baru hari ini saya sempat menuliskannya di blog saya.

Baca selengkapnya di www.ferdot.com

(Kuta, 1 May 2011)