Rusli Zainal mungkin tidak menyangka, kemungkinan besar dia ikut mengantarkan propinsi Riau sebagai penyumbang polusi karbon terbesar di dunia. Selain setiap tahun menyumbang bencana jerebu (haze) ke Malaysia dan Singapura, setengah dari luas tanah di Riau akan dibabat habis untuk rencana pengembangan kelapa sawit 3 juta hektar, yang tentu saja akan membuat Riau akan kehilangan paru-parunya. Tapi tentu saja, ini bukan hal penting bagi Rusli Zainal yang baru saja mendapatkan penghargaan untuk Ketahanan Pangan, dengan membuka ladang padi seluasnya. Agaknya istilah Save The Planet tidak ada dalam kamus gubernur asal Tembilahan itu.
Kapal legendaris dari organisasi penyelamat lingkungan Greenpeace, Rainbow Warrior berlayar ke Dumai, dan menghalangi jalan keluar bagi tanker raksasa MT Westama Monrovia, yang mengangkut 6 ribuan ton CPO (crude palm oil) untuk dikirim ke India. Mereka memasang spanduk besar bertuliskan "Palm Oil Kill Forrest and Climate". Membabat, mengeringkan dan membakar lahan gambut di Riau menyebabkan terlepasnya sejumlah besar karbon ke udara, dan menyebabkan perubahan iklim dan ekosistem besar-besaran. Demi keuntungan perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Nagamas, Sinar Mas, Wilmar Group, hutan dirusak secara membabi buta dan tanpa perhitungan, bentuk keserakahan inilah yang antara lain membuat Riau selalu dilanda banjir besar, minimal dua kali dalam setahun. Tentu saja sang Gubernur, pengusaha dan siapapun yang menarik keuntungan tak peduli, wong mereka tak pernah merasakan betapa sengsaranya kalau banjir. Ada yang meninggal, penyakit merajalela, anak-anak tak bisa sekolah, petani gagal panen, dan masyarakat kecil yang tadinya hidupnya susah jadi bertambah-tambah susahnya. Habitat harimau menyempit, tak heran sang raja hutan merambah ke perkampungan. Kalau harimau menyerang manusia, jangan dipandang bahwa hewan itu mengganggu manusia. Manusia lah yang sebenarnya mengganggu hidup dan kehidupan harimau, dengan jalan mempersempit habitatnya.
Saya membayangkan, alangkah eloknya kalau yang dimangsa harimau itu bukan rakyat kecil, tapi pembesar-pembesar di Pekanbaru, termasuk juga para cukong ilegal logging, pejabat-pejabat korup di dinas kehutanan dan pemerintahan. Jangan pula hewan ini nanti dibunuh, problem solving yang biasa dilakukan oleh pejabat kaya yang otaknya cuma seupil, harimau tidak bersalah, dan kalaupun ada pihak yang sempat bilang harimau bersalah (saking pinternya pihak berwenang sekarang), silakan bentuk pengadilan harimau. Tapi sepertinya tikus-tikus bukanlah lawan sepadan bagi harimau.
Jadi, jika Greenpeace sampai merasa perlu mengirimkan Rainbow Warrior berlayar ke Riau, kampung halaman saya, ini artinya keadaan sesungguhnya sungguh gawat. Greenpeace memiliki ahli-ahli lingkungan yang tersebar di seluruh dunia. Kedatangan mereka ke perairan Dumai berarti satu hal: sudah lama Greenpeace memantau daerah ini, dan hanya berdasarkan referensi dari ahli lingkungan lah tindakan-tindakan diambil.
Saya ingat film dokumenter Al Gore, yang meraih Oscar sebagai film dokumenter terbaik tahun 2007 ini, yang berjudul Inconvenient Truth, sebuah kenyataan menyakitkan bahwa manusia sedang merusak planet tempat hidup mereka sendiri, tanpa memikirkan anak-anak dan cucu di kemudian hari, yang akan hidup di planet yang gersang seperti Mars. Semoga sang gubernur sempat membeli DVD nya dan menonton film dokumenter ini di tengah waktu luangnya yang sempit itu.