27 Agustus 2014

Lucy : More Science Fiction Than Action Flick

Lucy adalah film besutan sutradara kawakan Perancis Luc Besson yang terbaru. Luc Besson adalah filmmaker yang menghasilkan film-film box office semacam The Fifth Element (science fiction dengan Bruce Willis), Leon (yang mengangkat nama Natalie Portman dan Jean Reno), juga merupakan produser dari film-film action seperti Taken, Taken 2, Taxi, dan film-film bertema parkour.



Lucy dibintangi oleh Scarlett Johansson. Bagi yang mengenal Scarlett Johansson hanya di jagatnya Marvel sebagai Black Widow yang muncul di Iron Man, The Avengers, dan Captain America, tentu saja hanya menganggap Scarlett Johansson sebagai kicking ass lady tanpa kemampuan akting. Namun jauh sebelum itu, dia sudah bermain di film-film drama bagus seperti Lost In Translation, Vicky Christina Barcelona, dan tentu saja The Girl with Pearl Ear Ring yang fenomenal.

Film ini dengan bebas mengeksplorasi teori bahwa hingga detik ini umumnya manusia menggunakan hanya 10% dari kemampuan otaknya. Namun dengan angka 10% ini, kita sudah lama mengirim manusia ke bulan, menciptakan komputer, iPhone, robot, mobil yang canggih, dan kemajuan-kemajuan luarbiasa baik di bidang sains, teknologi, maupun seni. Nah, apa jadinya jika manusia mampu menggunakan lebih dari 10% dari kapasitas otaknya?

Teori ini mengingatkan saya akan novelnya Dan Brown, yang berjudul The Lost Symbol, yang pernah saya ulas di link ini: http://blog.ferdot.com/2010/03/lost-symbol.html . Novel ini membahas ilmu Noetics, sejenis filsafat metafisik yang menyatakan bahwa ide dan pikiran manusia bisa diukur dengan ukuran fisik. Dan membahas hal ini, novel Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist mau tidak mau juga bisa jadi bahan referensi. 

Dengan tagline mengenai kemampuan dan kapasitas otak ini, tentu saja film ini tidak diharapkan untuk menjadi semacam brainless action movie sebangsa The Expendables ataupun The Raid. Film ini jauh lebih dalam daripada itu, dengan filosofi mengenai manusia dan eksistensi manusia di jagat ini, sejak awal kehadiran manusia, tahapan-tahapan evolusi, hingga kemungkinan-kemungkinan tak terbatas di masa depan. 

Di film ini, Lucy yang terjebak dalam jaringan penyelundup narkoba internasional yang berpusat di Taiwan, secara tak sengaja mendapat asupan CPH4 yang bocor dari bungkusannya. CPH4 ini adalah sejenis drug yang bahan dasarnya merupakan sejenis molekul yang diproduksi dalam jumlah yang sangat kecil oleh setiap wanita di awal kehamilannya, yaitu dalam masa 6 minggu. Walaupun CPH4 adalah nama yang dibikin untuk kepentingan film ini, zat ini memang ada, dan adalah benar bahwa kemampuan zat ini bagi bayi laksana bom atom. Namun jika overdosis dapat mengakibatkan kematian.

Asupan CPH4 inilah yang membuat Lucy bisa menggunakan kapasitasnya secara maksimal, lebih dari 10%. Dia menjadi superhuman, sosok yang menyerupai dewa, yang tidak saja mampu mengontrol metabolisme tubuhnya sendiri dengan pikirannya, namun juga mampu berkomunikasi secara cellular (melalui setiap sel), dan menangkap sinyal-sinyal elektromagnetik yang berseliweran di udara. Kita tahu bahwa setiap materi memiliki massa, gravitasi dan memancarkan radiasi, makin besar massa nya, makin besar gravitasinya, dan makin besar pula radiasinya. Namun Lucy mampu menangkap pancaran sinyal sekecil apapun, dan segala bentuk informasi di dunia yang selama ini hanya mampu kita akses melalui kabel, gelombang radio, bluetooth dan inframerah, Lucy mampu mengaksesnya melalui setiap sel dari segala bentuk materi, dan tentu saja seluruh pancaran gelombang elektromagnetis yang memang berseliweran di udara, angkasa, dan di mana-mana. Dan tentu saja kemampuan telekinesis (menggerakkan benda-benda) merupakan bagian kecil dari kemampuan Lucy.

Pada tahapan 100%, Lucy memiliki kemampuan untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dia dapat menyerap pengetahuan sejak awal terbentuknya alam semesta, evolusi makhluk hidup, dan mengesampingkan batasan-batasan ruang. Pada tahapan itu, sel-sel di tubuhnya menyatu dengan alam semesta, yang dalam kepercayaan agama tertentu dikenal dengan istilah moksa, yaitu bersatunya raga dan jiwa dengan nirvana.

Lucy, terlepas dari kebenaran teori human brain capacity,  adalah film yang unik, yang menjelajah kemungkinan-kemungkinan baru, yang membahas eksistensi dan fungsi manusia di alam, yang memiliki filosofi bagus tentang bagaimana manusia dapat menguasai diri dan alam semesta, dan mempertanyakan fungsi kehadiran kita tidak saja di planet yang kita tinggali ini, tapi juga di jagat raya.

Bukalah pikiran anda, dan tontonlah Lucy.

Jika Anda terbiasa dengan stereotype good guy shoot the bad guy atau dalam hal ini mindless stereotype kicking ass action movie, film ini memang jelas bukan untuk anda. 

Ditulis pertama kali di www.ferdot.com
Copyright (C) August 2014.