Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya. Tampilkan semua postingan

15 September 2022

Orang Pendek

Jangan salah paham, yang dimaksud dengan Orang Pendek di sini bukanlah orang dengan tinggi di bawah rata-rata, tapi mengacu pada makhluk kriptid yang mendiami kawasan hutan-hutan di Kerinci, Jambi. Penampakan Orang Pendek ini banyak dilaporkan sejak lebih dari 1 abad terakhir oleh suku terasing yang tinggal di hutan, penduduk kampung di sekitar hutan, kolonis Belanda, juga oleh penjelajah dan ilmuwan Barat. Menurut para saksi, binatang ini merupakan primata bergerak yang hidup di tanah dan ditutupi oleh bulu pendek dan memiliki tinggi sekitar 80 cm, tidak lebih 1 meter.

Di sejumlah daerah di Indonesia banyak beredar informasi penampakan tentang orang pendek dengan nama lokal masing-masing. Pada daerah Kerinci, Provinsi Jambi, orang mengenalnya dengan sebutan uhang pandak, digambarkan setinggi 4-5 kaki namun bertubuh kokoh dengan bahu lebar serta lengan berotot panjang. Banyak laporan penampakan bahwa makhluk ini berjalan tegak seperti manusia. Tubuhnya ditutupi dengan rambut gelap ataupun bercorak madu, serta bisa jadi mempunyai rambut panjang. Di daerah Indragiri Hulu makhluk ini disebut Bandan, digambarkan jalannya terbalik dengan tumit di depan. Di Bengkulu makhluk ini disebut Sebaba, ada juga yang menyebutnya Sengguguh. 

Belum pernah ada dokumentasi yang jelas tentang Orang Pendek ini, sehingga sejak dulu makhluk ini belum berhasil difoto ataupun divideokan, disebutkan bahwa makhluk ini bersifat pemalu, dan bisa memanjat dan berjalan dengan sangat cepat, sehingga banyak saksi yang melihatnya hanya sekilas, tak lebih dari beberapa detik. Namun menurut penduduk asli Suku Anak Dalam, yang juga dikenal sebagai Orang Kubu, Orang Batin Sembilan, ataupun Orang Rimba, yang hidupnya nomaden di perbatasan dan sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi, keberadaan Orang Pendek sudah diakui sejak berabad-abad dan menjadi bagian dari kehidupan mereka di hutan. 

Orang-orang Belanda yang mendiami wilayah tersebut di awal abad ke 20, memberikan informasi yang cukup detil mengenai keberadaan Orang Pendek tersebut. Salah satu laporan dari Mr. Van Heerwarden, mengatakan bahwa:

"Saya berjumpa dengan makhluk gelap dan berbulu di dahan sebuah pohon. Makhluk ini juga berbulu di bagian depan, dengan warna yang lebih muda dari bagian punggungnya. Rambut hitam di bagian kepalanya jatuh hingga ke bahu, bahkan hingga ke pinggang. Pada saat berdiri, panjang kedua lengannya berada sedikit di atas lutut, namun kakinya terlihat lebih pendek. Saya tidak sempat melihat kakinya secara jelas. Wajahnya tidak terlihat jelek, dan sama sekali tidak seperti kera."

Dr. W.G. Wheatcroft, ahli antropogi budaya secara khusus merangkum cerita orang pendek dalam artikel berjudul “Orang Pendek, The Little Bipedal Hominid of Sumatra [2018]” yang dimuat di portal bigfootencounters.com. Pada jurnal itu, Wheatcroft merinci catatan pencarian orang pendek sejak abad ke-20.

Salah satu kesaksian yang menguatkan Wheatcroft adalah Aripin, seorang penjaga hutan TNKS yang mengaku melihat orang pendek ketika berpatroli di wilayah Sungai Penuh, Gunung Kerinci pada 2001. Pengakuan Aripin, ia melihat orang pendek dari sisi belakang, warnanya cokelat tua, namun ketika makhluk itu sadar diperhatikan dia segera masuk semak belukar.

Wheatcroft juga mencatat kesaksian Debbie Martyr, konservasionis satwa liar yang banyak melakukan penelitian di TNKS. Debbie mengaku, pernah tiga kali bertemu orang pendek selama 18 tahun terakhir, bermula pada Juli 1989, di tahun itu melihat orang pendek dua kali. Selanjutnya pada 30 September 1994.

“Ia berjalan lurus melintasi lembah yang jaraknya tiga puluh meter; sangat dekat dan sangat jelas!” kata Debbie dikutip oleh Wheatcroft. “Ia tampak primata yang sangat kekar, berjalan dari semak. ”Ketika melihat orang pendek itu, kata Debbie, ia sadar betul sedang melihat makhluk yang tidak pernah ia lihat di buku, begitu juga di film, atau di kebun binatang yang pernah ia kunjungi. “Saya lihat ia bergerak cepat secara bipedal dan berusaha untuk tidak terlihat, saya bersembunyi, melihat lembah yang dangkal. Sedang primata bipedal non-manusia itu berjalan di depan. Saya memegang kamera saat itu, namun jatuh karena sangat terkejut.”

Dua penjelajah dari Inggris, yaitu Adam Davies dan Andrew Sanderson pada 2001 melakukan perjalan ke Danau Gunung Tujuh dan Hutan Kerinci. Pada perjalanan itu, mereka mengabadikan sebuah telapak dengan cetakan gips. Telapak kaki itu diduga milik orang pendek karena tidak biasa. Telapak itu seolah-olah jempol kaki secara struktural muncul dari sisi kaki, sekitar tiga perempat dari jarak tumit ke jari depan. “Orang pendek ini sangat tertutup, mereka selalu saja bersembunyi. Kemungkinan juga secara biologis mereka pada waktunya akan diklasifisikan dalam genus homo, bersama dengan manusia yang hidup, homo sapiens,” tulis Wheatcroft. “Berdasarkan penelitian hominid [primate], saya berpendapat orang pendek adalah hominid yang cerdas, sensitif, cenderung sadar diri, berjalan tegak dan mereka bukan kera [pongidae].”

Dmitri Bayanov, ahli hominologi asal Rusia dalam artikelnya “Some Thoughts Regarding Dr. Wilson Wheatcroft’s Overview of Orang Pendek Evidence” mendukung pernyataan Wheatcroft bahwa orang pendek adalah hominid, bukan kera, karena ia bipedal. “Mungkin tampak kontroversial bagi pembaca mana pun,” tulis Bayanov. Sebagai ahli biologi evolusioner dan genetika, Dmitri Bayanov mengatakan referensi yang paling relevan ketika berdiskusi tentang orang pendek adalah karya “Historiae Naturalis et Medicae Indiae Orintalis” oleh Jacob De Bondt atau Jacobus Bontius [1592-1631], seorang dokter Belanda yang datang ke Batavia [Jakarta] pada 1826 hingga kematiannya.

Cetakan kaki yang diduga milik orang pendek yang ditemukan Dally Sandradiputra di hutan Kerinci, Sumatera. Foto: Dok. Dally Sandradiputra

Kesaksian lainnya dari Huzein Alrais: "Di tempat saya Tanggamus Lampung sering disebut gugu mempunyai tapak kaki terbalik.. beberapa kali nampak diantara hutan dan kebon kopi saat mendekati magrib .. adakalanya mau membongkar umbulan/gubuk yang dekat dengan hutan .. suaranya hanya bunyi U terdengar singkat dan jelas badan pendek sangat kekar mampu menggeser satu galung kayu hutan yang mau di potong."

Banyak lagi kesaksian lainnya dari para pekerja hutan, penebang pohon, driver bulldoser. Kawasan terlihatnya Orang Pendek ini di hutan mulai dari bagian selatan Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu hingga Lampung. Rata-rata menggambarkan posisi kaki terbalik, berjalan tegak, tinggi tak lebih dari 1 meter, menyukai ikan dan dapat kabur dengan cepat. Ada juga kesaksian yang mengatakan jika Orang Pendek kepergok, makhluk itu akan mengumpat dan marah-marah sebelum menghilang. 

Pada tahun 2017, beberapa pengendara motor trail sempat merekam makhluk aneh yang mereka temui di jalur setapak di hutan yang di duga di Aceh. Banyak yang menganggap mereka bertemu dengan Orang Pendek, namun banyak juga yang menganggap ini suku terasing yang berbeda. Berikut videonya:


Semoga suatu waktu Orang Pendek ini berhasil didokumentasikan dengan baik, menambah daftar species yang masuk entah dalam keluarga primata, ataupun keluarga homo. Yang jelas bukan Homo Sapiens. 

22 Agustus 2022

10 Rumah Makan Padang Terenak Di Batam

Rumah makan yang menyediakan masakan Minang ada di mana-mana. Di Batam sendiri rumah makan Padang bermunculan sejak dulu, ada yang masih eksis hingga kini, tetapi lebih banyak lagi yang dulunya legendaris dan terkenal, kini tidak dijumpai lagi. Seingat saya di daerah Nagoya dulu ada RM Mak Ateh, ada RM Salero Bagindo, RM Puti Bungsu, dan RM Minang Raya. Juga ada RM Dua Putri Padang Hutan yang sempat populer namun tutup gara-gara dinilai overpriced, dikomplain melalui media sosial lalu terpaksa tutup. Ini sempat menjadi kasus viral secara nasional pada tahun 2018.
Ini bill RM Dua Putri Padang Hutan yang heboh di media sosial tahun 2018. RM Padang tersebut diberitakan
memberikan pelayanan yang jelek, terlalu mahal. Seorang pelanggan memposting bill tersebut dan merasa ditipu karena harus membayar hingga setengah juta rupiah. Setelah itu banyak warga yang mengeluhkan hal yang sama, hingga RM Padang tersebut akhirnya tutup karena sepi pembeli.

Saya mencoba menyusun 10 Rumah Makan Padang yang masih eksis hingga kini di Batam, berdasarkan keenakan rasanya. Karena selera manusia itu sifatnya relatif dan berbeda-beda, tentu saja daftar ini adalah preferensi saya pribadi, yang bisa saja disetujui, bisa juga tidak. Dan harap diketahui, tentu ada lebih banyak Rumah Makan Padang yang enak di Batam, lebih dari 10 tentunya, tapi di sini saya batasi menjadi 10 besar, dan daftar ini bisa berubah sewaktu-waktu sesuai dengan dinamika kuliner Batam yang tak pernah berhenti berkembang.

Di sini rumah makan atau restoran Padang yang franchise (waralaba) sengaja tidak saya sertakan, karena harga mereka relatif lebih mahal, misalnya RM dan Restoran Sederhana, dan juga Bundo Kanduang.

1. RM Ranah Minang

Setahu saya di Batam ada 3 tempat memakai nama RM Ranah Minang, ketiganya memiliki ciri khas yang sama, yaitu sambal hijau mentah, sambal merah yang lezat, dan adanya gulai gajebo. Lokasinya ada di Sekupang, di ujung jalan melewati Terminal Ferry Internasional, juga ada di ruko samping Hotel Harmoni One Batam Center, dan juga ada di sudut persimpangan yang sibuk antara KDA dan RS Santa Elisabeth Batam Kota (Jalan M. Thahir). Ciri khasnya adalah nasinya pulen, selain sambal hijau mentah juga ada ada sambal petai dan samba buruak-buruak (campuran sambel dengan ikan asin dan lain-lain), sering ada gulai gajebo yang langka, dan ayam kampung. Soal harga juga terjangkau. Dan mereka menyediakan teh goyang gratis untuk pelanggan. Teh goyang adalah teh hangat sedikit manis yang banyak disediakan di Rumah Makan Padang.

Tempat parkir tersedia cukup luas dan gratis, kecuali di cabang yang di sebelah Hotel Harmoni One. 

2. RM Ampera Densiko

Juga memiliki 3 cabang, dengan cabang utama ada di daerah Bengkong Indah di Jalan Laksamana Bintan. Cabang lainnya ada di dekat Pasar Cik Puan, dan di daerah Bengkong Baru. Yang di Bengkong Indah, bersebelahan dengan toserba Indomaret, adalah yang terbesar. Pada jam makan siang, agak susah untuk mendapatkan kursi di sini, dan pelayan juga sibuk melayani pembeli yang memesan bungkusan. Namun jika ingin makan di tempat, pelanggan sebaiknya langsung duduk di kursi dan meja yang kosong, menunggu pelayan menghampiri dan mencatat pesanan. Pembeli tinggal menyebutkan lauk yang diminta, lalu pelayan akan menyediakan sepiring nasi, sepiring kecil sayur, sepiring kecil sambal hijau, dan sepiring lauk yang dipesan. Teh goyangnya yang gratis bisa dipesan, hangat atau dingin dengan es batu. Nasinya pulen tidak keras, dan sambal hijau diberikan melimpah. 

Yang memudahkan, terdapat daftar harga makanan berbentuk poster, seingat saya nasi dengan lauk rendang sapi adalah Rp 19,000,- , nasi dengan cincang adalah Rp21,000.- 

Parkir cukup dan tidak dipungut biaya.

3. RM Pangek Ombilin
Pada jam makan siang, rumah makan yang terletak di Jalan Laksamana Bintan Sei Panas ini sangat ramai. Tidak ada tempat parkir khusus, jadi pelanggan hanya bisa parkir di tepi jalan, bahkan sampai ke seberang jalan. Dan parkirnya tentu berbayar.  Pangek adalah teknik memasak ala Minang dan Melayu, yang kuahnya lebih kental daripada gulai, dengan cara mengentalkan bahan bumbu dan santan terlebih dahulu sebelum bahan utama dimasukkan.

Signature dish nya tentu saja pangek itu tadi, yakni pangek ikan mas ataupun ikan nila. Selain itu juga terdapat bakwan udang, ikan bakar dan belut. Harga standar dan terjangkau, pelayanan cepat dan ramah. Pada hari-hari tertentu ada pengamen tradisional yang diundang pemilik rumah makan untuk menghibur pelanggan. Harus diperhatikan bahwa RM Pangek Ombilin tidak buka sampai malam, di atas jam 4 sore biasanya mereka sudah tutup. Mereka berencana membuka cabang di pertigaan  Bengkong Ratu dan Bengkong Dalam.

4. RM Pusako Lintau
Jika Anda kebetulan berada di daerah Batu Besar ataupun Nongsa, Anda bisa menemukan rumah makan khas Lintau ini di Jalan Hang Jebat, sebelum arah Polda Kepri. Lokasinya berada di ruko sudut di tepi sungai kecil. Yang jadi andalan di sini adalah gurame bakar dan sambal jengkol, juga dendeng bakarnya. Kalau siang selalu penuh, dan jam 2 siang beberapa menu andalan sudah habis.

5. RM Goyang Lidah.
Rumah Makan Goyang Lidah relatif baru, namun sudah lumayan terkenal. Berlokasi di Greenland, di sebelah perumahan Citra Batam, rumah makan ini terletak di sudut, dengan parkir berbayar tersedia. Pilihan lauk cukup banyak, dan mereka menyediakan gratis teh goyang. Telur dadarnya enak, demikian juga gulai babatnya lumayan lembut. Harga standar dan terjangkau.

6. RM Family Raya
Di antara deretan rumah makan yang ada di sekitaran KDA Batam Center, RM Family Raya berukuran sedang, dengan nama yang tidak meyakinkan. Namun masakan Padangnya cukup lezat, dan sedikit dipengaruhi masakan negeri Kapau. Ini karena di rumah makan ini selalu tersedia sayur gulai kapau, dan juga gulai tambunsu. Sayur kapau terdiri atas kol, kacang panjang, nangka dan rebung. Gulai tambunsu adalah usus yang diisi dengan telur yang dicampur santan. Selain itu juga ada gulai kakap, gulai kepala kakap, dan tunjang, serta sambal lado tanak. Harga di sini relatif terjangkau, dan kondisi rumah makannya juga sangat bersih. Kalau kita beli bungkus, biasanya diselipkan sedikit sambal buruak-buruak. 

7. RM Arai Pinang
Ini termasuk rumah makan yang sudah lama eksis di Batam. Berlokasi di Kompleks Abadi Tama, Seraya, bersebelahan dengan Apotik Kimia Farma dan tepat di seberang Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Ciri khasnya adalah ayam pop, soto padang, dan lain-lain. Mereka juga menyediakan ruangan berAC, parkir gratis dan teh goyang. Harga cukup murah namun masakan cukup lezat.

8. RM Bareh Solok
Kalau Anda sedang berada di seputaran Jalan Trans Barelang, ada rumah makan Padang kecil yang terletak sebelum Jembatan ke tiga. Rumah Makan di pinggir sungai ini bersifat semi terbuka dan walaupun kecil masakannya cukup lezat. Menunya selain rendang dan menu rumah makan padang lainnya, juga menyediakan lauk ikan yang cukup bervariasi. Ikan-ikannya sebagian besar berasal dari nelayan setempat, jadi terkadang kita mendapatkan menu ikan-ikan karang yang biasanya jarang ada di rumah makan Padang. 

Pulang berenang dari pantai di seputaran Trans Barelang, sudah sangat cocok jika lapar mampir makan di sini. Parkir tentu saja gratis. 

9. RM Budi Mulia
Ini salah satu dari sedikit rumah makan Padang yang buka 24 jam. Jadi jika Anda sedang begadang atau ngalong, dan tiba-tiba perut lapar, di sinilah tempatnya. Berlokasi di Kompleks Ruko Villa Marina Blok B No. 12 A, tidak jauh dari Hotel Utama dan Nagoya Food Court, Anda bisa pastikan lauknya masih banyak tersedia meskipun Anda datang jam 3 dinihari. Yang bikin nagih di sini adalah paduan gulai ayam dan gulai ikan, dengan nasi yang lumayan pulen dan tidak keras. Pelayannya juga ramah. Parkir kalau malam gratis. 

10. RM Berjaya. 
Rumah Makan Padang yang murah meriah dan ada banyak cabang. Ada di Jodoh tak jauh dari Pasar Toss 3000, ada di daerah Batu Batam di belakang RS Awal Bros, ada di daerah Patam, Sekupang, ada di daerah Tanjung Uncang juga, Ciri khasnya adalah Rumah Makan Padang ini menyediakan menu standar serba Rp10,000. Namun lauk-lauk tertentu seperti kikil, rendang, cincang dan lain-lain diharga antara Rp12,000 hingga Rp15,000. Meskipun murah meriah, pilihan lauk-lauknya sangat lengkap, dan rasanya juga lumayan enak. Pelayannya kebanyakan wanita, berbeda dengan rumah makan Padang lain yang kebanyakan pelayannya adalah pria. Mereka memakai baju seragam khas. Tadinya saya pikir mereka ini sejenis franchise atau waralaba, ternyata mereka hanya memiliki banyak cabang, hingga gampang kita jumpai di mana-mana. 

Demikian 10 Rumah Makan Padang yang menurut referensi saya terenak di Batam. Seperti yang saya sebutkan tadi, daftar ini sifatnya adalah preferensi pribadi, dan tentu saja berbeda dengan preferensi pembaca. Namun bila Anda ingin mengusulkan rumah makan padang yang layak saya coba untuk dimasukkan ke daftar selanjutnya, silakan beri saya input melalui kolom komentar di bawah ini.

Selain itu buat Anda yang laper tengah malam, dan kebetulan pengen melakukan penyelewengan terhadap diet Anda, ada beberapa rumah makan Padang yang buka 24 jam atau nyaris 24 jam di Batam. Yaitu: RM Budi Mulia yang saya tulis di atas, RM Berjaya cabang Jodoh (dekat pasar Toss 3000), RM Ayam Batokok dan RM Cinta Minang, keduanya di seberang RS Budi Kemuliaan Batam.

Tulisan Terkait : Pembunuhan Atas Mus Musculus | Willy | Jambul | The Year of Living Dangerously

12 Agustus 2022

Backmasking


Dalam tulisan tentang kisah absurd yang surealis Radio, saya menceritakan sekilas tentang adanya fenomena backmasking. Yaitu sebuah teknik perekaman suara di mana sebuah pesan tersembunyi direkam ke dalam sebuah lagu dan pesan itu baru bisa terdengar jika lagu tersebut diputar secara terbalik.

Saya menyebutkan lagunya Led Zeppelin, Stairway to Heaven sebagai salah satu lagu yang mengandung backmasking. Lagu tersebut dirilis pada tahun 1971, di mana pada tahun 1970-an orang-orang masih banyak yang menggunakan piringan hitam sebagai media penyimpan dan pemutar lagu. Nah, piringan hitam ini berputar searah jarum jam untuk playback yang normal. Namun kita bisa memutarnya berlawanan arah jarum jam secara manual, dengan demikian lagu yang dimainkan akan terdengar terbalik. Dan ini kalimat yang bisa kita dengar jika kita memainkan lagu Stairway to Heaven secara terbalik:

Pada lirik "If there's a bustle in your hedgerow, don't be alarmed now..."  jika diputar terbalik akan terdengar referensi tentang setan, yang berbunyi kira-kira:



Sebenarnya masih banyak lagi lagu-lagu yang mengandung backmasking. Justru pelopornya adalah band legendaris paling populer di dunia, The Beatles. John Lennon menyelipkan sebuah pesan tersembunyi dalam lagu Rain di album Revolver yang dirilis tahun 1966. Pesan yang terselip adalah dalam kalimat “...when the rain comes, they run and hide their heads.”

Eminem, rapper kulit putih itu juga menggunakan backmasking di lagunya yang berjudul My Name Is yang dirilis tahun 1999. "Why? / My Name is / What? / My Name is / Who? / My Name is," adalah penggalan lirik yang diputar secara normal. Ternyata ketika diputar secara mundur, kata-kata tersebut berubah yang semula pertanyaan menjadi sebuah jawaban. "It is Slim / It's Eminem/ It's Eminem/ It's Eminem."

Tentu hampir semua orang kenal dengan band The Eagles. Mereka adalah pelantun tembang hits berjudul Hotel California, band asal Los Angeles, California. Lagu yang dirilis pada tahun 1977 ini pernah merajai puncak di chart Billboard Hot 100. Liriknya berkisah seputar perjalanan surealis dari para pelancong ke sebuah hotel mewah. Para pelancong ini digambarkan sangat menikmati tempat yang diinapinya dengan menggambarkan kata 'lovely place' dan 'lovely face'. Namun semua kenyamanan berubah ketika mereka tak diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang nyaman ini. Ketika dimainkan secara reverse lewat pemutar piringan hitam ternyata lagu ini adalah salah satu karya yang mempunyai pesan rahasia, berbunyi sebagai berikut: "Yeah satan had us. How he organized his own religion. Eh, would he know she should? Oh man, it was delicious!" dan "Yeah satan hear this! He had me believe in him."

Band asal Inggris, Pink Floyd juga menyelipkan backmasking dalam lagunya yang berjudul Empty Space yang dirilis tahun 1979. David Gilmore dan rekan seband di Pink Floyd menyelipkan pesan ringan sebagai berikut: "Congratulations. You have just discovered the secret message. Please send your answer to Old Pink, care of the Funny Farm, Chalfont... Roger! Carolyne's on the phone! Okay,"

Jadi mengapa para musisi tersebut menggunakan backmasking, dan apa tujuannya?

Metode ini sangat populer di kalangan artis Amerika untuk memberikan suatu pesan secara tidak langsung dalam lagunya. Unsur pembentukan kata secara mundur ini dapat didukung dari lirik yang telah ada ataupun dari musik lagu tersebut. Kata-kata yang terbentuk ini tidak selalu jelas, beberapa terdengar berbisik, sangat pelan, sedikit ribut sehingga perlu mendengarkannya beberapa kali dengan seksama. Namun, tidak sedikit pula yang terdengar sangat jelas sehingga dengan mendengarnya seperti biasa sudah bisa ditangkap. 

Dengan tercetusnya konsep backmasking pada lagu band terkenal ini, tidak sedikit band-band terkenal berikutnya menggunakan metode ini untuk berbagai tujuan. Backmaskingpun menjamur di dunia musik Amerika. Seringkali, metode ini digunakan untuk menyembunyikan pesan yang tidak baik di kalangan musik rock, seringkali untuk mempromosikan satanisme, dan menyebutkan kata-kata kotor. Seperti beberapa lagu yang dibawakan oleh Styx, Queen, Judas Priest, Pink Floyd, Slayer, dan masih banyak lagi. Karena banyaknya penyanyi yang menyelipkan pesannya dengan cara ini, banyak dari penyiar-penyiar radio Amerika pada saat itu yang mecoba-mencoba untuk memutar lagu secara terbalik dan tidak jarang dari lagu-lagi tersebut memang mengandung pesan terselubung. Dengan perkembangan teknologi yang kian maju, keberadaan pesan terbalik ini menjadi sulit untuk diidentifikasi. Pemutaran terbalik kebanyakan menggunakan sumber suara dari perekaman magnetic sound tape dan piringan hitam yang merupakan teknologi yang tidak digunakan lagi pada jaman sekarang. Perekaman di CD membuat hal ini menjadi sulit untuk dilakukan. Hal ini jugalah yang menyebabkan pesan terbalik tidak terdeteksi. Namun, hal ini tidak berarti backmasking juga berhenti dilakukan oleh si pembuat.

Band masa kini, sejauh yang saya tahu yang menggunakan metode ini adalah Linkin Park dan Avril Lavigne. Pasti masih banyak lagi atau bahkan bertambah banyak penggunaan metode ini dalam berbagai jenis genre musik, band apapun dengan tujuan yang berlainan pula.

Ferdot 12082022.


Artikel Terkait : Radio | Radio 2 | Atheis | Traveling Adalah Hak Segala Bangsa | Boya 


19 Agustus 2018

Perjalanan Ke Pemukiman Suku Baduy Dalam

Tepat tanggal 17 Agustus kemarin, saya dan teman-teman mengunjungi pemukiman Suku Baduy Dalam, antara lain untuk melihat adakah relevansinya 73 tahun Indonesia merdeka dengan kehidupan sehari-hari mereka.


Suku Baduy Dalam, atau disebut juga Urang Kanekes, adalah suku pedalaman Banten yang paling misterius dan paling terisolir di Pulau Jawa. Misterius karena mereka menolak teknologi, dan terisolir karena tidak ada akses kendaraan ke perkampungan mereka, baik roda dua apalagi roda empat. Mereka tinggal di pedalaman di tengah pegunungan Kendeng di pelosok Banten. Untuk mencapainya, saya dan teman-teman harus berjalan kaki menempuh perjalanan 4.5 jam, menyusuri jalur pencari kayu bakar dari pemukiman Baduy Luar di Desa Ciboleger. Perjalanannya benar-benar menguras fisik dan menguji mental, karena medannya tidak mudah, penuh tanjakan curam dengan kemiringan hingga 45 derajat, apalagi di usia yang sudah tidak "tua" lagi seperti saya,  dan di saat tenaga kita sudah terkuras dan mengira kita sudah di puncak dan akan menemui turunan, ternyata kita bahkan belum mencapai separuh perjalanan. Tanjakannya termasuk berbahaya dan kalau tidak berhati-hati bisa tergelincir, ke bawah ataupun ke jurang di samping.


Beruntung kami ditemani guide yang merupakan penduduk asli Suku Baduy Dalam, bernami Sarid, panggilannya Agus. Dan satu lagi bernama Lidong, yang tugasnya membantu membawakan barang-barang buat yang kecapean membawa tas dan ransel. Mereka bertelanjang kaki dan dengan lincah menapaki jalan berbatu-batu licin dan tajam, tanpa kelihatan cape, sementara napas kami sudah ngos-ngosan.

Jadi untuk bisa mencapai Desa Cibeo, salah satu dari 3 desa pemukiman Suku Baduy Dalam ini, stamina harus fit dan ada baiknya fisik memang dipersiapkan jauh-jauh hari. Karena ini perjalanan bak Ninja Hattori: "mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang."

Namun tentu saja pemandangannya luar biasa indah, di kiri kanan lembah, sungai dan ngarai menjadi hiburan tersendiri yang bikin kita tetap semangat. Saat mencapai Desa Cibeo, ditandai dengan adanya deretan lumbung-lumbung padi yang berjajar rapi dan cantik, hari sudah mulai gelap. Kami beristirahat di rumah orantuanya Agus, bernama Pak Asmin dan Ibu Sarah. Ini keluarga asli Baduy Dalam, namun sudah bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Rumah Suku Baduy Dalam terbuat dari bambu dan kayu. Di semua struktur yang dibangun, baik rumah, jembatan, saung maupun lumbung tidak menggunakan paku, hanya tali dari ijuk atau sabut kelapa dan pasak. Mereka juga tidak melubangi tanah, jadi tiang rumah tidak menembus tanah, tapi dialas lagi dengan lempengan batu. Mirip sistem knock down, gampang dibongkar pasang namun tetap kokoh. Rombongan kami 14 orang dan rumah keluarga Pak Asmin cukup besar untuk menampung kami semua.


Nah, karena orang Baduy Dalam menolak teknologi, di sini waktu seakan berhenti. Kita serasa hidup di abad 17, tidak ada kendaraan, tidak ada listrik, tidak ada barang elektronik. Mirip dengan suku Amish di Amerika, penggunaan teknologi merupakan pelanggaran berat dengan resiko diusir dari pemukiman. Jadi sebelum masuk ke perbatasan antara Baduy Luar dan Baduy Dalam kita sudah diwanti-wanti untuk tidak mengeluarkan handphone dan kamera dan barang elektronik lain, untuk menghormati adat istiadat dan pilihan hidup orang Baduy Dalam.

Desa Cibeo sendiri merupakan desa yang bersih dan teratur, kehidupan penduduknya sangat erat dengan alam, mereka berusaha untuk tidak mengotori bumi, menjaga agar tanah dan air tidak tercemar. Jadi penggunaan detergen, sabun mandi, pasta gigi dilarang, jadi kami mandi di sungai yang jernih secukupnya tanpa sabun dan bahan kimia. Walaupun mereka tidak memakai sabun, tidak ada yang bau badan, kulit mereka bersih dan terawat, posturnya langsing dan tegap, sama sekali tidak ada yang kegemukan, semua langsing-langsing. Ini yang bikin saya ngiri. Pemukiman Suku Baduy Dalam terdiri atas 3 desa utama: Desa Cibeo tempat kami berkunjung, Desa Cikeusik dan Desa Cikertawana.

Sampah tidak boleh menyentuh tanah, agar racun dari plastik dan bahan kimia tidak merembes ke dalam tanah. Mereka menyediakan tempat sampah dari bambu dengan posisi cukup tinggi dengan permukaan tanah. Dalam bercocok tanam, penggunaan pupuk tidak diperbolehkan, sehingga kita yakin 100% bahwa hasil bumi dari Kampung Baduy Dalam merupakan produk yang 100% organik.

Semua rumah bentuk dan besarnya sama, jadi kita tidak bisa mengukur kekayaan di sana, jadi tidak ada tetangga sirik dan lain-lain. Kepemilikan tanah tidak ada, semua berhak dan bebas mengolah ladang dan sawah kering, yang di sana disebut huma. Ini seperti masyarakat sosialis, semua orang sama kaya atau sama miskin, selalu bergotong royong dan hidup dalam kesederhanaan.

Secara adat, mereka tidak diperbolehkan menggunakan kendaraan apapun kalau bepergian, dan tidak menggunakan alas kaki. Jadi kalau ada keperluan misalnya mengunjungi kerabat di Jakarta atau di tempat lain, mereka akan pergi berjalan kaki tanpa alas kaki menempuh ratusan kilometer, bahkan sampai ke Bandung. Bu Sarah bercerita, kakak laki-lakinya pernah ke Bandung dan karena kelelahan akhirnya menumpang kendaraan. Pada saat ituw, kepala suku Baduy yang disebut Pu'un langsung mendapat penglihatan soal pelanggaran tersebut, dan berhari-hari kemudian ketika kakaknya pulang ke desa, dia langsung diusir dari pemukiman.

Pu'un ini adalah orang yang memiliki kemampuan luar biasa, Tugasnya menentukan masa tanam dan panen, memutuskan hukum adat bagi yang melanggar, namun juga mengobati yang sakit. Pu'un jugalah yang menentukan siapa-siapa yang melakukan pelanggaran berat untuk kemudian diusir.

Orang-orang yang terusir inilah yang nantinya disebut Suku Baduy Luar, ditandai dengan ikat kepala biru. Orang-orang Suku Baduy Dalam memakai ikat kepala putih. Mereka masih berinteraksi satu sama lain karena masih ada ikatan kekerabatan, bahkan hampir setiap hari juga orang Suku Baduy Dalam mendatangi Desa Ciboleger untuk menemui dan memandu rombongan pendatang seperti kami. Berbeda dengan Suku Baduy Dalam, orang Suku Baduy Luar lebih terbuka dan mulai tidak menolak teknologi, karena itulah penggunaan kamera dan handphone di pemukiman Baduy Luar bisa dilakukan.

Peralatan kebanyakan terbuat dari bambu dan kayu, seng dan tanah liat. Logam dipakai sebagai senjata, sejenis keris atau badik. Jadi kita minum dari gelas bambu, makan makanan yang dimasak di tungku tanah liat dengan kayu bakar. Tuan rumah memasakkan ayam yang merupakan makanan mewah di sana untuk kami semua, dengan sayur kol dan wortel yang direbus, nasi dan sambal. Sederhana namun enak karena dimasak menggunakan kayu bakar.

Saat malam semuanya gelap gulita, tidak ada penerangan yang cukup, hanya lilin dan obor. Sebagai tamu, kami diperkenankan menggunakan senter terutama untuk ke sungai. Senternya harus diarahkan ke tanah, tidak boleh ke depan karena takut membuat silau penduduk asli yang terbiasa dengan gelapnya malam. Sukurnya langit bersinar cerah tanpa awan, dan bintang-bintang terlihat jelas, bahkan samar-samar kami bisa melihat sebentuk sabuk Bimasakti, juga beberapa bintang jatuh. Duduk-duduk di teras rumah, kami didekati beberapa kunang-kunang. Kapan terakhir kali kita melihat kunang-kunang? Sudah lama sekali, itupun waktu saya masih kecil.


Makan malamnya ibarat candle light dinner, karena cuma diterangi lilin. Beberapa teman menghidupkan senter dengan hati-hati agar tidak terlalu terang. Setelah makan malam kami duduk melingkar di dalam rumah, berbincang-bincang dengan Pak Asmin dan Bu Sarah. Beberapa pengetahuan yang kami dapatkan tentang Suku Baduy saat berbincang-bincang tersebut antara lain:


  • Cita-cita yang sederhana. Orangtua suku Baduy Dalam tidak memiliki pengharapan muluk bagi anak-anaknya, mereka hanya ingin anaknya bisa "membantu orangtua di ladang."
  • Kebahagiaan yang sederhana. Tidak banyak aktifitas dan hiburan di malam hari karena keterbatasan cahaya. Ada alat musik kecapi untuk menghibur mereka, dan dengan itu mereka sudah bahagia dan terhibur.
  • Memanfaatkan alam untuk kehidupan sehari-hari. Gelas, alas makan, dan tempat air terbuat dari bambu. Tali dibuat dari ijuk, dan mereka memintal dan menenun sendiri untuk pakaian mereka. Para wanitanya menggunakan baju putih dan laki-lakinya putih dan hitam, semua dengan ikat kepala putih.
  • Perjodohan. Seorang gadis mulai dari 14 tahun sudah dijodohkan oleh orangtua mereka. Jadi Si Agus atau Sarid yang ganteng sudah dijodohkan. Pernikahan paling awal adalah di usia 16 tahun. Tidak ada perceraian, karena setelah menikah itu hingga maut memisahkan, "till dead do as apart."
  • Warga Baduy Dalam menjalankan tradisi Kawalu. Kawalu adalah puasa yang dijalankan oleh warga Baduy Dalam yang dirayakan tiga kali selama tiga bulan. Pada puasa ini warga Baduy Dalam berdoa kepada Tuhan agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera. Pada saat tradisi Kawalu dijalankan, para pengunjung dilarang masuk ke Baduy Dalam. Apabila ada kepentingan, biasanya pengunjung hanya diperbolehkan berkunjung sampai Baduy Luar namun tidak diperbolehkan menginap.
  • Ayam merupakan makanan mewah. Walaupun saya melihat banyak ayam berkeliaran, Suku Baduy hanya makan ayam sebulan sekali. Jadi saat kami disuguhi ayam untuk makan malam, percayalah, itu adalah makanan termewah yang bisa kami dapat.
  • Gemar bergotong royong. Pak Asmin bercerita, karena kehidupan mereka termasuk nomaden, berpindah-pindah, mereka harus bergotong royong memindahkan atau membangun rumah. Dia bercerita bahwa 30 rumah dikerjakan hanya dalam waktu 3 hari secara bergotong royong.
  • Kekayaan tidak dilihat dari bentuk rumah. Tidak seperti orang yang tinggal di kota pada umumnya yang memiliki rumah besar selalu identik dengan orang kaya, berpangkat tinggi, dan dipandang banyak orang. Lain halnya dengan Suku Baduy Dalam yang bentuk rumahnya hampir serupa satu sama lainnya. Mungkin, jika ini bisa dianggap ukuran, yang membedakan status kekayaan mereka adalah tembikar yang dibuat dari kuningan yang disimpan di dalam rumah. Semakin banyak tembikar yang disimpan, menandakan status keluarga tersebut semakin tinggi dan dipandang orang.
  • Tidak ada kriminalitas. Waktu ditanya apa hukuman adat apa yang dibisa ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat kriminal atau kejahatan, seperti mencuri, merampok, perkosa, pembunuhan, Bu Sarah menegaskan tidak pernah ada kejadian seperti itu. 
  • Ke mana-mana berjalan kaki. Jika mereka mengunjungi kerabat ataupun untuk barter ataupun menjual hasil kerajinan penduduk Baduy Dalam, mereka akan berjalan kaki tanpa alas kaki ke mana-mana, termasuk ke Jakarta, Bandung, Bogor dan Bekasi. Mereka tidak bisa keluar pulau Jawa karena penggunaan kapal tidak dibenarkan.
  • Kepercayaan yang mereka anut adalah Sunda Wiwitan, ajaran leluhur turun temurun yang berakar pada penghormatan kepada karuhun atau arwah leluhur dan pemujaan kepada roh kekuatan alam.
  • Mereka tidak bersekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat istiadat mereka.
  • Pintu rumah harus menghadap ke Utara atau Selatan, bukan Timur atau Barat, kecuali rumah sang Pu'un.
  • Moto hidup mereka: "Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung."
    (Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung), yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu tidak merubah kontur tanah, rumah tidak menusuk bumi, dan perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.
Sebelumnya saya mendapat kesan bahwa mereka adalah suku yang menyeramkan, yang gampang tersinggung dankalau kita pergi ke sana akan beresiko dengan kemungkinan kita tidak akan bisa kembali ke tempat asal kita. Ternyata mereka sangat ramah, bisa bercanda, dan sebagian kecil bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Orang luar tidak akan pernah menjadi bagian dari suku Baduy Dalam, baik melalui pernikahan ataupun pengangkatan. Dan kita cuma diijinkan untuk menginap semalam di sana,

Saya ingin membagikan tips buat teman-teman yang ingin ke sana:
  1. Persiapkan fisik, karena medannya tidak gampang, dan butuh antara 4 hingga 5 jam berjalan kaki. Pulangnya juga sama.
  2. Peralatan. Bawa sepatu gunung yang nyaman dengan kaos kaki tebal, karena tanjakan dan turunan yang terjal dan licin. Juga jaket karena malam di atas jam 10 sangat dingin. Bawa juga senter dan kantung plastik. 
  3. Bawa oleh-oleh. Ini gesture yang baik untuk menghargai tuan rumah. Saya sendiri membawa dua bungkus isi 5 Indomie aneka rasa dalam kantung kain cantik edisi Asian Games, dan saya bercerita tentang adanya event Asian Games kepada mereka.
  4. Taati dan hormati aturan setempat. Tidak dibenarkan penggunaan barang elektronik seperti handphone, kamera, radio, alat musik elektronik dan sebagainya. Tidak boleh menggunakan sabun, pasta gigi dan detergen. Pelanggaran terhadap aturan ini, satu rombongan bisa diusir keluar saat itu juga.
  5. Tidak meninggalkan sampah. Bawa kantung plastik untuk membawa pulang sampah-sampah kita sendiri. Sampah ini bisa dibuang di tempat sampah pada saat kembali ke Rangkasbitung ataupun desa luar terdekat.

Nah, untuk menjawab rasa ingin tahu apakah ada relevansinya 73 tahun kemerdekaan Indonesia dengan kehidupan sehari-hari mereka, secara umum tidak ada karena mereka sendiri memang menolak teknologi. Menurut Bu Sarah sudah beberapa kali utusan pemerintah datang untuk menawarkan listrik tetapi selalu ditolak. Namun secara umum mereka mengakui adanya pemerintahan nasional yang dipimpin oleh Presiden RI. Pu'un dan tetua adat Baduy Dalam pernah diundang berkunjung ke Istana Negara.

Jadi hingga saat ini Pemerintah lebih memilih tidak mengusik mereka, baik urusan pembangunan maupun agama, namun menjadikan mereka sebagai salah satu destinasi wisata yang unik, menarik dan menantang. Barter sudah mulai ditinggalkan namun masih bisa dilakukan di lingkungan mereka. Sebagian sudah tau nilai uang akibat interaksi dengan pihak luar. Saat ini mereka menggunakan uang untuk mencukupkan kebutuhan mereka, seperti membeli ikan, beras (sebagian penggunaan padi di lumbung untuk upacara), dan terkadang benang untuk dijadikan bahan pakaian.

Besoknya, setelah sarapan kami dengan berat meninggalkan desa Cibeo yang tenang, bersih, tanpa polusi, dan damai tersebut. Perjalanan kembali melewati rute yang berbeda yang berakhir di Desa Cakuem, namun tidak kalah menantangnya. Dalam perjalanan, di wilayah pemukinan Baduy Luar kami menemukan jembatan akar, yang terbuat dari dua akar pohon yang saling jalin menjalin dan diperkuat dengan ikatan bambu. Di bawahnya mengalir sungai yang jernih dan segar, tempat kami melepas lelah selama 1 jam.

Perjalanan dilanjutkan hingga kami mencapai Desa Cakuem, lalu menunggu jemputan untuk membawa kami kembali ke Kota Rangkasbitung. Dengan demikian perjalanan ini selesai. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas pengalaman dan perjalanan ini kepada semua anggota rombongan yang selama 24 jam terakhir bersama-sama menempuh perjalanan, saling menyemangati, dan saling berbagi cerita. Terima kasih buat Mas Aswin, Yoga Kitink, Egy, Tina Tampubolon, Nanda Ginting, Ryan Martin dan Meta, Ardi, Indah, Ita, Tiwi, Billy, dan tentu saja pihak Rani Journey, juga Pak Asmin dan Bu Sarah sebagai tuan rumah, Agus Sarid, juga Lidong. Mohon maaf jika ada penyebutan nama yang salah.

Berikut videonya:








01 Maret 2017

Wine Yang Ini Halal


Apakah ada wine yang tidak mengandung alkohol? Tentu saja ada. Wine non alkohol dibuat sebagaimana wine ataupun sampanye biasa. Kadar alkohol yang timbul pada wine berkaitan dengan lamanya waktu fermentasi, lebih dari tiga tahun. Wine dapat diproduksi tanpa alkohol bila difermentasi hanya setahun.

Waktu fermentasi yang lebih cepat membuat wine memiliki tanggal kedaluwarsa. Wine tanpa alkohol dapat disimpan sekitar tiga tahun. Hal itu berbanding terbalik dengan wine pada umumnya yang disimpan hingga puluhan tahun untuk dinikmati.

Adakah wine yang bersertifikat halal? Tentu saja ada.

Wine berlabel Espora Zero Alcohol adalah wine halal yang mulai diproduksi pada 2012. Wine nonalkohol produksi Spanyol itu mendapatkan sertifikat halal pada Desember 2015. Awalnya, wine diproduksi karena banyaknya permintaan dari Dubai, Uni Emirat Arab. Setelah itu, wine nonalkohol makin populer hingga merambah Asia Tenggara.

Wine halal masuk ke Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2014. Kemudian, wine halal mulai diperkenalkan di Indonesia pada November 2016 dalam pameran SIAL InterFOOD di Jakarta. ’’Wine ini diperkirakan masuk dan didistribusikan ke tanah air pada Maret 2017,’’ jelasnya.

Wine jenis ini memungkinkan dinikmati vegetarian dan orang sensitif terhadap alkohol. Selain itu, wine nonalkohol rendah gula. Sebab, anggur sebagai bahan baku wine dipetik saat masih muda. Makin matang anggur, kadar gulanya makin banyak.

Secara tekstur, wine nonalkohol memang tidak sepekat wine pada umumnya. Teksturnya sangat ringan dengan aroma yang tidak menyengat. Tingkat kepekatan atau kandungan gula pada segelas wine bisa diukur dengan memutar gelas sebelum disesap. Jika cairan cepat turun setelah diputar, kadar gula dan tingkat kepekatannya sangat rendah. Rumus sebaliknya berlaku untuk wine dengan kepekatan tinggi.

Buah anggur yang digunakan untuk menghasilkan wine berasal dari kebun-kebun di La Mancha, Spanyol. Wine ini diciptakan sebagai alternatif, tidak menyingkirkan wine beralkohol yang sudah memiliki penikmatnya.

Namun demikian, untuk orang muslim Indonesia minum wine bersertifikat halal dan mempostingnya di media sosial bisa menimbulkan persepsi dan komentar bermacam-macam. Jangankan wine, air mineral produksi Indonesia seperti Equil saja bisa disangka miras oleh orang-orang yang kurang piknik.

18 Januari 2017

Misteri Ikan Dingkis


Di daerah Batam dan sebagian Kepulauan Riau, harga ikan dingkis akan meroket hingga mencapai IDR 400,000/kg. Fantastis bukan? Kenapa demikian?

Ikan dingkis adalah salah satu jenis ikan baronang, dengan nama latin Siganus Canaliculatus. Keberadaan ikan ini diliputi mitos dan legenda yang berhubungan dengan perayaan Imlek atau perayaan tahun baru Tiong Hoa di daerah Batam dan sekitarnya, termasuk Singapore dan Johor Bahru. Bagi masyarakat keturunan Tiong Hoa di wilayah ini, ikan dingkis dipercaya membawa rejeki dan hoki.

Ikan ini muncul di pasaran menjelang hari raya Imlek. Yang diburu adalah ikan yang sedang bertelur. Dipercaya bahwa ikan dingkis akan bertelur di sekitar bulan Imlek dalam penanggalan lunar Tiong Hoa. Ikan unik ini dipercaya bertelur banyak pada tanggal 2 bulan 1 atau hari ke dua Imlek.

Ikan dingkis yang diburu menjelang imlek ini biasanya ditangkap oleh nelayan-nelayan sekitaran Pulau Abang. Pulau Abang sendiri merupakan sebuah pulau di ujung selatan Kota Batam yang sebagian besar penghuninya adalah nelayan. Pulau Abang mempunyai luas lebih kurang 6,003 Km2, dengan variasi perbukitan, tanah terdiri dari batu granit dan liat. Walaupun memiliki wilayah daratan yang cukup luas, tidak ada penduduk setempat yang memanfaatan sumber daya darat tersebut. Hampir seluruh warga Pulau Abang merupakan nelayan dan sebagian besar memiliki kelong, alat tangkap khusus untuk ikan dingkis, yang tersebar diperairan sekitar Pulau Abang.
Pulau Abang
Pulau Abang Pulau ini dikelilingi oleh beberapa pulau kecil seperti pulau Petong, Pulau Dedap, Pulau Hantu. Pulau Pengerlap, Pulau Kelapa dan Pulau Abang Besar. Pada sebagian kecil pantai masih dijumpai ekosistem bakau, terutama di bagian utara. Kondisi lingkungan ini memiliki pengaruh besar dalam menentukan besarnya konsentrasi ikan dan sumber daya laut lainnya pada perairan di wilayah ini.

Seperti halnya wilayah lain di Indonesia, dalam satu tahun di Pulau Abang terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pulau ini dipengaruhi oleh empat musim angin, yaitu angin utara, timur, selatan dan barat. Musim utara berlangsung dari bulan Desember sampai Februari, musim angin timur mulai Maret hingga Juni. Sedangkan selatan dari Juli sampai Agustus dan musim barat dari bulan September hingga November dengan sesekali sering terjadi pergeseran waktu. Ikan Dingkis sendiri hampir selalu ada sepanjang tahun, namun dengan harga yang sangat berbeda di tiap musimnya. Harga tertinggi berada pada musim utara terutama bulan Januari dan Februari dan mencapai puncaknya pada Hari H Imlek.

 Pada musim angin timur dan barat yang dicirikan dengan gelombang laut yang tenang harga ikan dingkis berkisar Rp 20.000,- per kilogram. Sedangkan pada musim kuat terutama mendekati Tahun Baru Imlek menjadi lebih dari sepuluh kali lipat, bahkan pada hari H nya pernah mencapai Rp 400.000,- per kilogram. Harga ikan dingkis menjelang dan setelah tahun baru Imlek seperti kurva normal, dimana dua minggu sebelum hari H menanjak sampai puncak dan setelah hari H menurun kembali sampai harga normal. Rentang waktu harga ikan dingkis yang membentuk kurva normal ini rata-rata 30 hari dengan tahun baru Imlek sebagai titik tengahnya. Kenaikan harga yang terjadi bertahap. Minggu pertama Rp 30.000- Rp 50.000,- per kilogram, minggu kedua Rp 50.000 – Rp 100.000,- per kilogram, puncak harga antara Rp 300.000,- Rp 400.000,- berlangsung selama tiga hari dan hari selanjutnya kembali menurun dan akhirnya normal kembali.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, alat untuk menangkan ikan dingkis khusus pada musim utara, adalah kelong berupa bagan tancap yang diletakkan di tengah lautan. Biaya yang diperlukan untuk mengoperasionalkan kelong ini tergolong besar sehingga hanya digunakan sekali setahun pada musim utara dimana ketika harga ikan dingkis juga tinggi. Pada tiga puluh hari masa Imlek, kelong diangkat setiap hari bahkan pada hari H bisa diangkat 2-3 kali sehari karena saat itu jumlah ikan dingkis sangat banyak yang terperangkap dalam kelong. Setelah musim utara berlalu, kelong tidak dipergunakan lagi namun tetap terpasang sebagai pertanda kepemilikan permanen.

Konsumen ikan dingkis pada musim utara ini tentu saja bukan penduduk lokal Pulau Abang, namun masyarakat Tionghoa yang menetap di Kota Batam maupun Singapura. Merupakan suatu tradisi yang sudah turun menurun bahwa ketika Tahun Baru Imlek mereka harus mengkonsumsi ikan dingkis. Kepercayaan ini yang membuat permintaan ikan dingkis tinggi pada musim utara walaupun dengan harga yang sangat mahal. Ikan ini juga dipercaya bertelor pada hari raya ini sehingga memiliki tekstur dan rasa yang berbeda dibandingkan musim-musim lainnya. Jenis telurnya ada dua, yang berwarna kuning dan yang berwarna putih susu. Kepercayaan ini merupakan berkah bagi masyarakat Pulau Abang pada musim utara untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat dibandingkan musim-musim lainnya.


23 Desember 2016

Tielman Brothers - Band Rock n Roll Internasional Dari Indonesia


Tidak banyak yang tahu, bahwa ada group band rock n roll yang mendunia dan berasal dari Indonesia. Namanya The Tielman Brothers. Nama The Tielman Brothers lebih dikenal di Eropa, terutama Belanda. Di Indonesia sendiri nama The Tielman Brothers masih menjadi nama yang asing, meski dikenal hanya oleh para kolektor musik, sebuah kenyataan yang sangat disayangkan.

Aksi panggung mereka dikenal selalu atraktif dan menghibur. Mereka tampil sambil melompat-lompat, berguling-guling, serta menampilkan permainan gitar, bass, dan drum yang menawan. Andy Tielman, sang frontman, bahkan dipercaya telah memopulerkan atraksi bermain gitar dengan gigi, di belakang kepala atau di belakang badan jauh sebelum Jimi Hendrix, Jimmy Page atau Ritchie Blackmore.

Coba deh simak aksi panggung mereka di sini:



Andy Tielman dan seluruh keluarga asalnya dari Timor. Waktu mereka masih kecil nama band mereka The Timor Tielman Brothers. Perjalanan musik The Tielman Brothers dimulai di Surabaya pada tahun 1945, di mana empat kakak beradik laki-laki dan seorang adik perempuannya, Jane, sering tampil membawakan lagu-lagu dan tarian daerah. Mereka adalah anak dari Herman Tielman asal Kupang dan Flora Lorine Hess. Musik mereka beraliran rock and roll, namun orang-orang di Belanda biasa menyebut musik mereka Indorock, sebuah perpaduan antara musik Indonesia dan Barat, dan memiliki akar pada musik keroncong. 

The Tielman Brothers merupakan band Belanda-Indonesia pertama yang berhasil masuk internasional pada 1950-an. Mereka adalah salah satu perintis rock and roll di Belanda. Band ini cukup terkenal di Eropa, jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones. Berawal dari ketertarikan Ponthon untuk memainkan contrabass yang diikuti saudara-saudaranya yang lain. Reggy mempelajari banjo, Loulou mempelajari drum, dan Andy mempelajari gitar. Penampilan pertama mereka pada acara pesta di rumahnya membuat teman-teman ayahnya kagum dengan membawakan lagu-lagu sulit seperti Tiger Rag dan 12th Street Rag. Sejak saat itu mereka sering tampil di acara-acara pribadi di Surabaya. Tawaran tampil pun berdatangan dari berbagai daerah di Indonesia. Sampai pada akhirnya pada tahun 1957 mereka sekeluarga memutuskan untuk hijrah ke Belanda.

The Tielman Brothers pernah tampil di Istana Negara Jakarta dihadapan Presiden Soekarno. Karier rekaman mereka dimulai ketika keluarga Tielman pada tahun 1957 hijrah dan menetap di Breda, Belanda.

Berikut susunan personilnya:
  • Andy Tielman - vokal, gitar
  • Reggy Tielman - gitar, banjo, vokal
  • Ponthon Tielman - contrabass, gitar, vokal
  • Loulou (Herman Lawrence) Tielman - drum, vokal
  • Jane (Janette Loraine) Tielman - vokal
  • Fauzi (Firdaus Fauzi) Tielman - organ


25 September 2016

Reuni



Reuni ialah merajut kembali
benang-benang memori
menyusun kenangan 
merangkai silaturahmi
dalam suka dan duka
aroma bakso, bakwan dan bunga

aku mengingat dalam ribuan hari
tentang langkah-langkah kecil
menuju kelas
langkah-langkah bergegas
ketika terlambat
pe-er yang tak kunjung selesai
dan merdunya lonceng pulang

reuni adalah jalinan memori
tentang sekolah, guru, sahabat,
dan canda tawa

reuni adalah rambahan ingatan
tentang arti tulus seorang guru
yang selalu mengukir senyum
dalam benak bebal kita
menebar sabar pada beban hari kita

reuni memberi kita ruang
untuk ucapan sukur dalam doa-doa hening
untuk kita saling mengingat
saling menguatkan
dan saling mendoakan

reuni adalah tentang sekolah,
kelas, guru, sahabat, mereka, kita
aku dan kamu

(Jakarta, 25 September 2016)
Ferdiansyah

Tulisan lain : Radio | Jiydref | Menunggu Godot  | Boya

04 November 2015

Madihin

Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat", tapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan perspektif dan khasanah di luar kultur Banjar. Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai berikut: puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan penampilan fisik dan mental tertentu sesuai dengan konsep yang berlaku secara khusus dalam khasanah budaya Banjar.

Bentuk fisik Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola sajaknya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal :
a/a/
a/a 
a/a/b/b 
a/b/a/b. 

Contoh:
Laki bagawi iringi dua rastu 
supaya bagawi kada taganggu 
bulik ka rumah kira-kira pukul satu 
jaga di pintu wan bari sanyum dahulu 

(Suami bekerja, iringi doa restu
supaya bekerja tidak terganggu
pulang ke rumah kira-kira jam satu
jaga di pintu dan beri senyum dahulu)

Amun balajar jangan angin-anginan 
bahanu rancak, bahanu kada mangaruwan 
Buku mambuku pina bahilangan 
bahimad balajar bila handak ulangan 
pikiran kalut awak gagaringan 
bulik ka rumah disariki kuitan 

(kalau belajar jangan angin-anginan
kadang sering, kadang tidak karuan
buku-buku sering kehilangan
rajin belajar jika mau ulangan
pikiran kalut, badan sakit-sakitan
pulang ke rumah, di marahi orang tua)

Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Melayu) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis. Madihin dituturkan di depan publik dengan cara dihapalkan (tidak boleh membaca teks) oleh 1 orang, 2 orang, atau 4 orang seniman Madihin. 

Tradisi penuturan Madihin (bahasa Banjar: Bamadihinan) sudah ada sejak masuknya agama Islam ke wilayah Kerajaan Banjar pada tahun 1526. Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat yang digelar dalam
rangka memperintai hari-hari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar). 

Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan, seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni: 

  1. keahlian mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara stereotype 
  2. keahlian mengolah tema dan amanat Madihin yang dituturkannya 
  3. keahlian olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik 
  4. keahlian mengolah lagu dan irama ketika menuturkan Madihin 
  5. keahlian mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), 
  6. keahlian mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik. 
Tidak hanya di tempat asalnya, Kalimantan Selatan, Madihin juga menjadi sarana hiburan alternatif yang banyak diminati orang, terutama sekali di pusat-pusat pemukiman etnis Banjar di luar daerah seperti di Tembilahan, Indragiri Hilir, di Kuala Tungkal, Jambi, atau bahkan di luar negeri seperti di Malaysia dan Singapura. Namanya juga tetap Madihin. 

Rupa-rupanya, orang Banjar yang pergi merantau ke luar daerah atau ke luar negeri tidak hanya membawa serta keterampilannya dalam bercocok tanam, bertukang, berniaga, berdakwah, bersilat lidah (berdiplomasi), kuntaw (seni bela diri), tetapi juga membawa serta keterampilannya bamadihinan. Pada zaman dahulu kala, ketika etnis Banjar masih belum begitu akrab dengan sistem pembayaran menggunakan uang, imbalan jasa bagi seorang Pamadihinan diberikan dalam bentuk Pinduduk. Pinduduk terdiri dari sebatang jarum dan segumpal benang, selain itu juga berupa barang-barang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. 

Madihin tidak hanya disukai oleh para peminat domestik di daerah bersuku Banjar saja, tetapi juga oleh para peminat yang tinggal di berbagai kota besar di tanah air kita. Salah seorang di antaranya adalah Pak Harto, Presiden RI di era Orde Baru ini pernah begitu terkesan dengan pertunjukan Madihin yang penuh humor yang dituturkan oleh pasangan Pamadihinan dari kota
Banjarmasin Jon Tralala dan Hendra. Saking terkesannya, beliau ketika itu berkenan memberikan hadiah berupa ongkos naik haji plus (ONH Plus) kepada Jon Tralala.

Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan bantuan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datuk Madihin. Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif. Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya. Datuk Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep tradisonal etnis Banjar purba. Datuk Madihin diyakini sebagai orang pertama yang menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar. 

Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Dalam ritual tersebut konon Datuk Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datuk Madihin yang merasukinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datuk Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin.

Kesenian tradisional seni bertutur Madihin di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, terancam punah karena tidak adanya regenerasi baru seni tersebut. Pemain Madihin di Indragiri Hilir, Ahmad Alatas pernah menyatakan kebimbangannya bahwa seni tradisional tersebut bakal punah karena langkanya penutur. Menurut dia, Madihin merupakan seni yang telah menjadi ikon Kabupaten Indragiri Hilir yang dibawa masyarakat Banjar. "Seni Madihin ini juga tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk melestarikannya," ungkap Ahmad.

Ia mengatakan, tidak adanya perhatian dan bantuan dari pemerintah ini membuat mereka kesulitan melakukan pembinaan bagi generasi muda yang tertarik menekuni dan belajar Madihin. "Perhatian pemerintah daerah Inhil terhadap seni Madihin ini tidak ada sama sekali, bahkan kami pernah meminta bantuan pakaian seragam dan gendang tidak dibantu. Padahal kalau sanggar tari, Pemda Inhil sanggup memberangkatkannya sampai ke Perancis," ungkapnya.

Para pemain Madihin yang tersebar di Kecamatan Tembilahan, Tembilahan Hulu, Batang Tuaka dan Kempas selama ini hanya mengandalkan orderan dari peminat seni ini, yang biasanya digelar saat ada hajatan perkawinan, terutama di kalangan masyarakat suku Banjar. Kadang-kadang juga menerima tawaran pementasan saat ada acara pengukuhan paguyuban.

"Selama ini kami menerima tawaran manggung dari masyarakat yang tertarik dengan seni Madihin, seperti pada hajatan perkawinan. Kami pernah manggung sampai ke Batam, Kepulauan Riau, Jambi, Palu (Sulut), bahkan sampai ke Malaysia dan Singapura," sebutnya.

Biasanya ia mempertunjukkan seni Madihin ini bersama rekan wanitanya, Masniah dan juga rekannya Abdurrahman.

Bayaran atas pementasan Madihin, dihitung berdasarkan jauh atau dekatnya tempat pementasan. Kalau masih dalam kota biasanya mereka dibayar Rp 300 sampai 400 ribu untuk sekitar 2-3 jam pementasan. Sedangkan jika keluar kota biaya carterannya Rp2,5 sampai Rp3 juta.

"Biaya yang kita tawarkan tergantung jauh dekatnya tempat manggung, kalau masih didalam kota biasanya Rp300 ribu masih kita terima. Kalau jauh, seperti Kuala Enok, Kecamatan Tanah Merah Rp2 juta, Kuala Tungkal, Jambi Rp3 juta, Tanjung Pinang, Kepri Rp4 juta, ini diluar ongkos keberangkatan dan akomodasi kita," imbuh Ahmad Alatas.

Saat ini kesenian bertutur yang positif ini makin tenggelam di tengah maraknya kultur digital dan ketertarikan generasi muda pada budaya Korea, Jepang dan Barat.


28 April 2014

Vincent

Vincent adalah single yang ditulis dan dinyanyikan pertama kali oleh Don McLean, sebagai tribut buat maestro lukis Vincent Van Gogh. Lagu ini juga memiliki judul alternatif “Starry Starry Night” yang juga merupakan awal lirik lagunya, dan merujuk pada salah satu lukisan Van Gogh yang berjudul The Starry Night.

Lagu ini ditulis pada tahun 1971, setelah Don McLean terpukau membaca kisah kehidupan sang pelukis post-impressionism.  Dalam liriknya, secara jelas dilukiskan secara puitis kekaguman sang pemusik, tidak saja pada karya-karya Van Gogh, tapi juga pada sang pelukisnya sendiri. Beberapa lirik merujuk pada karya-karya lanskap sang pelukis, misalnya pada lirik “sketch the trees and the daffodils”, juga “morning fieldsof amber grain”. Juga beberapa penggalan yang merujuk pada lukisan potret diri Van Gogh, yaitu “weathered faces lined in pain, are soothed beneath the artist’s loving hand.”

McLean juga menggambarkan betapa karya-karya Van Gogh pada awalnya gagal diapresiasi oleh masyarakat. Dan barulah setelah sang maestro meninggal, orang-orang mulai menghargai karyanya.

“They would not listen, they did not know how, perhaps they’ll listen now…”

Sekarang lukisan Van Gogh bernilai puluhan hingga ratusan juta dolar.

Kita baru menyadari sesuatu itu berharga setelah tiada.


















Starry, starry night
Paint your palette blue and gray
Look out on a summer's day
With eyes that know the darkness in my soul
Shadows on the hills
Sketch the trees and the daffodils
Catch the breeze and the winter chills
In colors on the snowy linen land

Now I understand what you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now



Starry, starry night
Flaming flowers that brightly blaze
Swirling clouds in violet haze
Reflect in Vincent's eyes of China blue
Colors changing hue
Morning fields of amber grain
Weathered faces lined in pain
Are soothed beneath the artist's loving hand

Now I understand what you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now

For they could not love you
But still your love was true
And when no hope was left inside
On that starry, starry night
You took your life as lovers often do
But I could have told you, Vincent
This world was never meant
For one as beautiful as you

Starry, starry night
Portraits hung in empty halls
Frameless heads on nameless walls
With eyes that watch the world and can't forget
Like the strangers that you've met
The ragged men in ragged clothes
A silver thorn, a bloody rose
Lie crushed and broken on the virgin snow

Now I think I know what you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they're not listening still
Perhaps they never will