15 September 2022

Orang Pendek

Jangan salah paham, yang dimaksud dengan Orang Pendek di sini bukanlah orang dengan tinggi di bawah rata-rata, tapi mengacu pada makhluk kriptid yang mendiami kawasan hutan-hutan di Kerinci, Jambi. Penampakan Orang Pendek ini banyak dilaporkan sejak lebih dari 1 abad terakhir oleh suku terasing yang tinggal di hutan, penduduk kampung di sekitar hutan, kolonis Belanda, juga oleh penjelajah dan ilmuwan Barat. Menurut para saksi, binatang ini merupakan primata bergerak yang hidup di tanah dan ditutupi oleh bulu pendek dan memiliki tinggi sekitar 80 cm, tidak lebih 1 meter.

Di sejumlah daerah di Indonesia banyak beredar informasi penampakan tentang orang pendek dengan nama lokal masing-masing. Pada daerah Kerinci, Provinsi Jambi, orang mengenalnya dengan sebutan uhang pandak, digambarkan setinggi 4-5 kaki namun bertubuh kokoh dengan bahu lebar serta lengan berotot panjang. Banyak laporan penampakan bahwa makhluk ini berjalan tegak seperti manusia. Tubuhnya ditutupi dengan rambut gelap ataupun bercorak madu, serta bisa jadi mempunyai rambut panjang. Di daerah Indragiri Hulu makhluk ini disebut Bandan, digambarkan jalannya terbalik dengan tumit di depan. Di Bengkulu makhluk ini disebut Sebaba, ada juga yang menyebutnya Sengguguh. 

Belum pernah ada dokumentasi yang jelas tentang Orang Pendek ini, sehingga sejak dulu makhluk ini belum berhasil difoto ataupun divideokan, disebutkan bahwa makhluk ini bersifat pemalu, dan bisa memanjat dan berjalan dengan sangat cepat, sehingga banyak saksi yang melihatnya hanya sekilas, tak lebih dari beberapa detik. Namun menurut penduduk asli Suku Anak Dalam, yang juga dikenal sebagai Orang Kubu, Orang Batin Sembilan, ataupun Orang Rimba, yang hidupnya nomaden di perbatasan dan sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi, keberadaan Orang Pendek sudah diakui sejak berabad-abad dan menjadi bagian dari kehidupan mereka di hutan. 

Orang-orang Belanda yang mendiami wilayah tersebut di awal abad ke 20, memberikan informasi yang cukup detil mengenai keberadaan Orang Pendek tersebut. Salah satu laporan dari Mr. Van Heerwarden, mengatakan bahwa:

"Saya berjumpa dengan makhluk gelap dan berbulu di dahan sebuah pohon. Makhluk ini juga berbulu di bagian depan, dengan warna yang lebih muda dari bagian punggungnya. Rambut hitam di bagian kepalanya jatuh hingga ke bahu, bahkan hingga ke pinggang. Pada saat berdiri, panjang kedua lengannya berada sedikit di atas lutut, namun kakinya terlihat lebih pendek. Saya tidak sempat melihat kakinya secara jelas. Wajahnya tidak terlihat jelek, dan sama sekali tidak seperti kera."

Dr. W.G. Wheatcroft, ahli antropogi budaya secara khusus merangkum cerita orang pendek dalam artikel berjudul “Orang Pendek, The Little Bipedal Hominid of Sumatra [2018]” yang dimuat di portal bigfootencounters.com. Pada jurnal itu, Wheatcroft merinci catatan pencarian orang pendek sejak abad ke-20.

Salah satu kesaksian yang menguatkan Wheatcroft adalah Aripin, seorang penjaga hutan TNKS yang mengaku melihat orang pendek ketika berpatroli di wilayah Sungai Penuh, Gunung Kerinci pada 2001. Pengakuan Aripin, ia melihat orang pendek dari sisi belakang, warnanya cokelat tua, namun ketika makhluk itu sadar diperhatikan dia segera masuk semak belukar.

Wheatcroft juga mencatat kesaksian Debbie Martyr, konservasionis satwa liar yang banyak melakukan penelitian di TNKS. Debbie mengaku, pernah tiga kali bertemu orang pendek selama 18 tahun terakhir, bermula pada Juli 1989, di tahun itu melihat orang pendek dua kali. Selanjutnya pada 30 September 1994.

“Ia berjalan lurus melintasi lembah yang jaraknya tiga puluh meter; sangat dekat dan sangat jelas!” kata Debbie dikutip oleh Wheatcroft. “Ia tampak primata yang sangat kekar, berjalan dari semak. ”Ketika melihat orang pendek itu, kata Debbie, ia sadar betul sedang melihat makhluk yang tidak pernah ia lihat di buku, begitu juga di film, atau di kebun binatang yang pernah ia kunjungi. “Saya lihat ia bergerak cepat secara bipedal dan berusaha untuk tidak terlihat, saya bersembunyi, melihat lembah yang dangkal. Sedang primata bipedal non-manusia itu berjalan di depan. Saya memegang kamera saat itu, namun jatuh karena sangat terkejut.”

Dua penjelajah dari Inggris, yaitu Adam Davies dan Andrew Sanderson pada 2001 melakukan perjalan ke Danau Gunung Tujuh dan Hutan Kerinci. Pada perjalanan itu, mereka mengabadikan sebuah telapak dengan cetakan gips. Telapak kaki itu diduga milik orang pendek karena tidak biasa. Telapak itu seolah-olah jempol kaki secara struktural muncul dari sisi kaki, sekitar tiga perempat dari jarak tumit ke jari depan. “Orang pendek ini sangat tertutup, mereka selalu saja bersembunyi. Kemungkinan juga secara biologis mereka pada waktunya akan diklasifisikan dalam genus homo, bersama dengan manusia yang hidup, homo sapiens,” tulis Wheatcroft. “Berdasarkan penelitian hominid [primate], saya berpendapat orang pendek adalah hominid yang cerdas, sensitif, cenderung sadar diri, berjalan tegak dan mereka bukan kera [pongidae].”

Dmitri Bayanov, ahli hominologi asal Rusia dalam artikelnya “Some Thoughts Regarding Dr. Wilson Wheatcroft’s Overview of Orang Pendek Evidence” mendukung pernyataan Wheatcroft bahwa orang pendek adalah hominid, bukan kera, karena ia bipedal. “Mungkin tampak kontroversial bagi pembaca mana pun,” tulis Bayanov. Sebagai ahli biologi evolusioner dan genetika, Dmitri Bayanov mengatakan referensi yang paling relevan ketika berdiskusi tentang orang pendek adalah karya “Historiae Naturalis et Medicae Indiae Orintalis” oleh Jacob De Bondt atau Jacobus Bontius [1592-1631], seorang dokter Belanda yang datang ke Batavia [Jakarta] pada 1826 hingga kematiannya.

Cetakan kaki yang diduga milik orang pendek yang ditemukan Dally Sandradiputra di hutan Kerinci, Sumatera. Foto: Dok. Dally Sandradiputra

Kesaksian lainnya dari Huzein Alrais: "Di tempat saya Tanggamus Lampung sering disebut gugu mempunyai tapak kaki terbalik.. beberapa kali nampak diantara hutan dan kebon kopi saat mendekati magrib .. adakalanya mau membongkar umbulan/gubuk yang dekat dengan hutan .. suaranya hanya bunyi U terdengar singkat dan jelas badan pendek sangat kekar mampu menggeser satu galung kayu hutan yang mau di potong."

Banyak lagi kesaksian lainnya dari para pekerja hutan, penebang pohon, driver bulldoser. Kawasan terlihatnya Orang Pendek ini di hutan mulai dari bagian selatan Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu hingga Lampung. Rata-rata menggambarkan posisi kaki terbalik, berjalan tegak, tinggi tak lebih dari 1 meter, menyukai ikan dan dapat kabur dengan cepat. Ada juga kesaksian yang mengatakan jika Orang Pendek kepergok, makhluk itu akan mengumpat dan marah-marah sebelum menghilang. 

Pada tahun 2017, beberapa pengendara motor trail sempat merekam makhluk aneh yang mereka temui di jalur setapak di hutan yang di duga di Aceh. Banyak yang menganggap mereka bertemu dengan Orang Pendek, namun banyak juga yang menganggap ini suku terasing yang berbeda. Berikut videonya:


Semoga suatu waktu Orang Pendek ini berhasil didokumentasikan dengan baik, menambah daftar species yang masuk entah dalam keluarga primata, ataupun keluarga homo. Yang jelas bukan Homo Sapiens. 

4 komentar: