18 Januari 2017

Misteri Ikan Dingkis


Di daerah Batam dan sebagian Kepulauan Riau, harga ikan dingkis akan meroket hingga mencapai IDR 400,000/kg. Fantastis bukan? Kenapa demikian?

Ikan dingkis adalah salah satu jenis ikan baronang, dengan nama latin Siganus Canaliculatus. Keberadaan ikan ini diliputi mitos dan legenda yang berhubungan dengan perayaan Imlek atau perayaan tahun baru Tiong Hoa di daerah Batam dan sekitarnya, termasuk Singapore dan Johor Bahru. Bagi masyarakat keturunan Tiong Hoa di wilayah ini, ikan dingkis dipercaya membawa rejeki dan hoki.

Ikan ini muncul di pasaran menjelang hari raya Imlek. Yang diburu adalah ikan yang sedang bertelur. Dipercaya bahwa ikan dingkis akan bertelur di sekitar bulan Imlek dalam penanggalan lunar Tiong Hoa. Ikan unik ini dipercaya bertelur banyak pada tanggal 2 bulan 1 atau hari ke dua Imlek.

Ikan dingkis yang diburu menjelang imlek ini biasanya ditangkap oleh nelayan-nelayan sekitaran Pulau Abang. Pulau Abang sendiri merupakan sebuah pulau di ujung selatan Kota Batam yang sebagian besar penghuninya adalah nelayan. Pulau Abang mempunyai luas lebih kurang 6,003 Km2, dengan variasi perbukitan, tanah terdiri dari batu granit dan liat. Walaupun memiliki wilayah daratan yang cukup luas, tidak ada penduduk setempat yang memanfaatan sumber daya darat tersebut. Hampir seluruh warga Pulau Abang merupakan nelayan dan sebagian besar memiliki kelong, alat tangkap khusus untuk ikan dingkis, yang tersebar diperairan sekitar Pulau Abang.
Pulau Abang
Pulau Abang Pulau ini dikelilingi oleh beberapa pulau kecil seperti pulau Petong, Pulau Dedap, Pulau Hantu. Pulau Pengerlap, Pulau Kelapa dan Pulau Abang Besar. Pada sebagian kecil pantai masih dijumpai ekosistem bakau, terutama di bagian utara. Kondisi lingkungan ini memiliki pengaruh besar dalam menentukan besarnya konsentrasi ikan dan sumber daya laut lainnya pada perairan di wilayah ini.

Seperti halnya wilayah lain di Indonesia, dalam satu tahun di Pulau Abang terdapat dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pulau ini dipengaruhi oleh empat musim angin, yaitu angin utara, timur, selatan dan barat. Musim utara berlangsung dari bulan Desember sampai Februari, musim angin timur mulai Maret hingga Juni. Sedangkan selatan dari Juli sampai Agustus dan musim barat dari bulan September hingga November dengan sesekali sering terjadi pergeseran waktu. Ikan Dingkis sendiri hampir selalu ada sepanjang tahun, namun dengan harga yang sangat berbeda di tiap musimnya. Harga tertinggi berada pada musim utara terutama bulan Januari dan Februari dan mencapai puncaknya pada Hari H Imlek.

 Pada musim angin timur dan barat yang dicirikan dengan gelombang laut yang tenang harga ikan dingkis berkisar Rp 20.000,- per kilogram. Sedangkan pada musim kuat terutama mendekati Tahun Baru Imlek menjadi lebih dari sepuluh kali lipat, bahkan pada hari H nya pernah mencapai Rp 400.000,- per kilogram. Harga ikan dingkis menjelang dan setelah tahun baru Imlek seperti kurva normal, dimana dua minggu sebelum hari H menanjak sampai puncak dan setelah hari H menurun kembali sampai harga normal. Rentang waktu harga ikan dingkis yang membentuk kurva normal ini rata-rata 30 hari dengan tahun baru Imlek sebagai titik tengahnya. Kenaikan harga yang terjadi bertahap. Minggu pertama Rp 30.000- Rp 50.000,- per kilogram, minggu kedua Rp 50.000 – Rp 100.000,- per kilogram, puncak harga antara Rp 300.000,- Rp 400.000,- berlangsung selama tiga hari dan hari selanjutnya kembali menurun dan akhirnya normal kembali.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, alat untuk menangkan ikan dingkis khusus pada musim utara, adalah kelong berupa bagan tancap yang diletakkan di tengah lautan. Biaya yang diperlukan untuk mengoperasionalkan kelong ini tergolong besar sehingga hanya digunakan sekali setahun pada musim utara dimana ketika harga ikan dingkis juga tinggi. Pada tiga puluh hari masa Imlek, kelong diangkat setiap hari bahkan pada hari H bisa diangkat 2-3 kali sehari karena saat itu jumlah ikan dingkis sangat banyak yang terperangkap dalam kelong. Setelah musim utara berlalu, kelong tidak dipergunakan lagi namun tetap terpasang sebagai pertanda kepemilikan permanen.

Konsumen ikan dingkis pada musim utara ini tentu saja bukan penduduk lokal Pulau Abang, namun masyarakat Tionghoa yang menetap di Kota Batam maupun Singapura. Merupakan suatu tradisi yang sudah turun menurun bahwa ketika Tahun Baru Imlek mereka harus mengkonsumsi ikan dingkis. Kepercayaan ini yang membuat permintaan ikan dingkis tinggi pada musim utara walaupun dengan harga yang sangat mahal. Ikan ini juga dipercaya bertelor pada hari raya ini sehingga memiliki tekstur dan rasa yang berbeda dibandingkan musim-musim lainnya. Jenis telurnya ada dua, yang berwarna kuning dan yang berwarna putih susu. Kepercayaan ini merupakan berkah bagi masyarakat Pulau Abang pada musim utara untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat dibandingkan musim-musim lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar