Reposted
Film ini nyaris sempurna dari segala aspek. Penyutradaan, skenario, setting lokasi, seting suasana, akting, gambar, editing, semuanya. Berkisah tentang seorang wartawan Australia yang bertugas di Jakarta pada masa kritis sekitar percobaan kudeta tahun 1965. Dilarang beredar di Indonesia sejak 1983 hingga tahun 2000, rasa penasaran kita akan film ini terobati dengan beredarnya vcd/dvd originalnya di pasaran beberapa tahun yang lalu.
Adalah Guy Hamilton (Mel Gibson), seorang wartawan yang mendapat tugas untuk meliput peristiwa-peristiwa di Jakarta pada tahun 1965. Guy mengalami hal-hal yang sulit, selain harus bersaing dengan wartawan asing lain, pada masa itu sedang gencar-gencarnya propaganda anti-imperialis (baca : anti Barat) dan Indonesia sedang dekat ke poros komunis (baca : Peking, Cina). Barat sangat tidak disukai, di mana-mana slogan anti Barat diteriakkan. Untuk mewawancarai Presiden Sukarno misalnya, Guy harus kucing-kucingan dengan wartawan lain. Alih-alih, sahabatnya Billy Kwan, fotograper cebol turunan Australia-Cina (diperankan degan brilian oleh aktris Linda Hunt) membuka kesempatan bagi Guy untuk mewawancarai Aidit, pemimpin PKI pada masa itu.Billy Kwan adalah fotografer humanis yang hobbynya mengumpulkan foto-foto dan data-data orang-orang di sekitarnya. Billy memotret kehidupan rakyat jelata di Jakarta waktu itu. Foto-fotonya berbicara banyak, menggambarkan sulitnya kehidupan rakyat jelata Indonesia, kekumuhan daerah pinggiran, tukang-tukang becak, pelacur, beras yang dijatah dengan kupon, seorang ibu yang tak mampu ke dokter untuk mengobati anaknya yang sakit. Billy menyukai wayang kulit dan memahami betul akan falsafah Jawa, dengan fasih dia mengutip dialog antara Krisna dan Arjuna, dan dengan cara yang bagus menerangkan kepada Guy bahwa wayang ditonton di balik layar, bahwa orang yang memainkan wayang disebut dalang, dan iapun mengasosiasikan Sukarno sebagai dalang, yang menggerakkan dan mengontrol dua belah pihak, kejahatan dan kebaikan, komunis dan nasionalis. Billy adalah pengagum berat Sukarno, mengumpulkan potret-potretnya dan bahkan suka bergaya sebagai Sukarno.Tapi ia berbalik menghujat ketika menyadari kontrasnya kehidupan antara pejabat negara dan rakyat jelata, dipicu oleh meninggalnya seorang anak kecil dan dirampoknya truk beras oleh rakyat, Billy menggelar poster besar bertuliskan : "Sukarno, feed your people" dari jendela sebuah kamar hotel, dan ia tewas karenanya.Di tengah gejolak politik Indonesia yang tidak menentu, Guy jatuh cinta dengan Jill Bryant (Sigourney Weaver), seorang diplomat Inggris. Suatu saat, Jill mendapat kabar rahasia bahwa akan ada pengiriman senjata besar-besaran untuk PKI. Naluri jurnalistik Guy bangkit dan ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran kabar tersebut. Di sini Guy terbentur pada dua kepentingan, kabar itu sagat rahasia, dan jika Guy akan menerbitkan berita itu, komunitas asing di Jakarta akan tahu sumber berita nya dari Jill Bryant dan keselamatan mereka akan terancam.Guy mempunyai asisten bernama Kumar dan Lily. Belakangan diketahui bahwa Kumar adalah aktivis PKI dan ikut bagian di dalam rencana kup 1 Oktober. Di akhir cerita, Guy berhasil mendapatkan berita yang diinginkannya, dan berhasil keluar dari Jakarta setelah dengan susah payah menembus blokade tentara di jalan-jalan dan airport.
Setting lokasi dalam film ini sangat bagus. Sutradara mampu menciptakan suasana khas Indonesia yang begitu kental, termasuk hal-hal kecil seperti umpatan karyawan hotel, gertakan tentara, lagu Soleram yang disenandungkan seorang pedagang dan lain-lain.Mel Gibson (Mad Max, Lethal Weapon 1-4, Braveheart, Payback, The Patriot, We Were Soldiers, The Signs) bermain bagus. Sigourney Weaver (Alien 1-4, Copycat, Ghostbusters) tampil menawan. Yang luarbiasa adalah penampilan Linda Hunt, dengan brilian berhasil memerankan karkter seorang wartawan foto (pria) yang idealis namun misterius. Ia mendapat Oscar sebagai aktris pembantu terbaik untuk film ini di tahun 1983.
Istilah The Year of Living Dangerously sendiri diambil dari pidato Presiden Soekarno pada tahun 1964 dalam memperingati HUT RI ke 19, yang diberi judul Tahun Vivere Pericoloso. Ini menunjukkan adanya indikasi negara dalam perpecahan yang dilatarbelakangi oleh nafsu haus kekuasaan. Tahun tahun penuh bahaya di mana kawan bisa menjadi lawan, begitu pula sebaliknya, di mana orang-orang bersedia membunuh dan menteror atas nama apapun. Di mana rakyat adalah pion yang dimanipulasi oleh dua belah pihak yang bertikai demi kepentingan kekuasaan kelompok tertentu.
Semoga hal ini tidak terjadi lagi di negara kita yang sedang gencar-gencarnya membangun dan mengejar ketinggalan dari negara lain.
Jika tidak, artinya kita tidak belajar dari sejarah, dan alangkah bodohnya kita.
Artikel terkait : Casablanca | Doea Tanda Mata | Membunuh Itu Gampang
Film ini nyaris sempurna dari segala aspek. Penyutradaan, skenario, setting lokasi, seting suasana, akting, gambar, editing, semuanya. Berkisah tentang seorang wartawan Australia yang bertugas di Jakarta pada masa kritis sekitar percobaan kudeta tahun 1965. Dilarang beredar di Indonesia sejak 1983 hingga tahun 2000, rasa penasaran kita akan film ini terobati dengan beredarnya vcd/dvd originalnya di pasaran beberapa tahun yang lalu.
Adalah Guy Hamilton (Mel Gibson), seorang wartawan yang mendapat tugas untuk meliput peristiwa-peristiwa di Jakarta pada tahun 1965. Guy mengalami hal-hal yang sulit, selain harus bersaing dengan wartawan asing lain, pada masa itu sedang gencar-gencarnya propaganda anti-imperialis (baca : anti Barat) dan Indonesia sedang dekat ke poros komunis (baca : Peking, Cina). Barat sangat tidak disukai, di mana-mana slogan anti Barat diteriakkan. Untuk mewawancarai Presiden Sukarno misalnya, Guy harus kucing-kucingan dengan wartawan lain. Alih-alih, sahabatnya Billy Kwan, fotograper cebol turunan Australia-Cina (diperankan degan brilian oleh aktris Linda Hunt) membuka kesempatan bagi Guy untuk mewawancarai Aidit, pemimpin PKI pada masa itu.Billy Kwan adalah fotografer humanis yang hobbynya mengumpulkan foto-foto dan data-data orang-orang di sekitarnya. Billy memotret kehidupan rakyat jelata di Jakarta waktu itu. Foto-fotonya berbicara banyak, menggambarkan sulitnya kehidupan rakyat jelata Indonesia, kekumuhan daerah pinggiran, tukang-tukang becak, pelacur, beras yang dijatah dengan kupon, seorang ibu yang tak mampu ke dokter untuk mengobati anaknya yang sakit. Billy menyukai wayang kulit dan memahami betul akan falsafah Jawa, dengan fasih dia mengutip dialog antara Krisna dan Arjuna, dan dengan cara yang bagus menerangkan kepada Guy bahwa wayang ditonton di balik layar, bahwa orang yang memainkan wayang disebut dalang, dan iapun mengasosiasikan Sukarno sebagai dalang, yang menggerakkan dan mengontrol dua belah pihak, kejahatan dan kebaikan, komunis dan nasionalis. Billy adalah pengagum berat Sukarno, mengumpulkan potret-potretnya dan bahkan suka bergaya sebagai Sukarno.Tapi ia berbalik menghujat ketika menyadari kontrasnya kehidupan antara pejabat negara dan rakyat jelata, dipicu oleh meninggalnya seorang anak kecil dan dirampoknya truk beras oleh rakyat, Billy menggelar poster besar bertuliskan : "Sukarno, feed your people" dari jendela sebuah kamar hotel, dan ia tewas karenanya.Di tengah gejolak politik Indonesia yang tidak menentu, Guy jatuh cinta dengan Jill Bryant (Sigourney Weaver), seorang diplomat Inggris. Suatu saat, Jill mendapat kabar rahasia bahwa akan ada pengiriman senjata besar-besaran untuk PKI. Naluri jurnalistik Guy bangkit dan ia bertekad untuk mencari tahu kebenaran kabar tersebut. Di sini Guy terbentur pada dua kepentingan, kabar itu sagat rahasia, dan jika Guy akan menerbitkan berita itu, komunitas asing di Jakarta akan tahu sumber berita nya dari Jill Bryant dan keselamatan mereka akan terancam.Guy mempunyai asisten bernama Kumar dan Lily. Belakangan diketahui bahwa Kumar adalah aktivis PKI dan ikut bagian di dalam rencana kup 1 Oktober. Di akhir cerita, Guy berhasil mendapatkan berita yang diinginkannya, dan berhasil keluar dari Jakarta setelah dengan susah payah menembus blokade tentara di jalan-jalan dan airport.
Setting lokasi dalam film ini sangat bagus. Sutradara mampu menciptakan suasana khas Indonesia yang begitu kental, termasuk hal-hal kecil seperti umpatan karyawan hotel, gertakan tentara, lagu Soleram yang disenandungkan seorang pedagang dan lain-lain.Mel Gibson (Mad Max, Lethal Weapon 1-4, Braveheart, Payback, The Patriot, We Were Soldiers, The Signs) bermain bagus. Sigourney Weaver (Alien 1-4, Copycat, Ghostbusters) tampil menawan. Yang luarbiasa adalah penampilan Linda Hunt, dengan brilian berhasil memerankan karkter seorang wartawan foto (pria) yang idealis namun misterius. Ia mendapat Oscar sebagai aktris pembantu terbaik untuk film ini di tahun 1983.
Istilah The Year of Living Dangerously sendiri diambil dari pidato Presiden Soekarno pada tahun 1964 dalam memperingati HUT RI ke 19, yang diberi judul Tahun Vivere Pericoloso. Ini menunjukkan adanya indikasi negara dalam perpecahan yang dilatarbelakangi oleh nafsu haus kekuasaan. Tahun tahun penuh bahaya di mana kawan bisa menjadi lawan, begitu pula sebaliknya, di mana orang-orang bersedia membunuh dan menteror atas nama apapun. Di mana rakyat adalah pion yang dimanipulasi oleh dua belah pihak yang bertikai demi kepentingan kekuasaan kelompok tertentu.
Semoga hal ini tidak terjadi lagi di negara kita yang sedang gencar-gencarnya membangun dan mengejar ketinggalan dari negara lain.
Jika tidak, artinya kita tidak belajar dari sejarah, dan alangkah bodohnya kita.
Artikel terkait : Casablanca | Doea Tanda Mata | Membunuh Itu Gampang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar