“Bukalah topengmu, anakku.” demikian kata Greedius pada Narcissus.
“Tapi Bapa, topeng ini begitu kucintai,” demikian tampik Narcissus.
Alkisah, tatkala Narcissus bertemu telaga yang jernih, ia melihat wajah seorang pemuda tampan nan rupawan di permukaan air telaga itu. Wajahnya begitu indah, sehingga Narcissus jatuh cinta pada wajah itu. Ketika ia ke kota dan untuk pertama kalinya bertemu dengan benda yang disebut cermin, lagi-lagi ia melihat wajah rupawan itu. Di cermin itu, wajahnya terlihat lebih rupawan lagi. Dan cintanya pun kian bertambah.
Tentu saja, tanpa disadarinya, Narcissus jatuh cinta pada diri sendiri, dan kadar cintanya begitu kuat dan tak terpatahkan, sehingga dewa pun mengirim Greedius untuk menyadarkannya. Greedius yang punya masa lalu sebagai makhluk yang serakah, memilih memakai muslihat untuk mematahkan keyakinan Narcissus.
Pada suatu malam kelam berhujan, Greedius menemukan Narcissus duduk termenung di telaga yang kelam.
“Oh , Bapa. Tak kulihat lagi wajah rupawan di permukaan telaga ini.”
“Bukankah itu wajahmu sendiri, Narcissus.” Kata Greedius.
“Bapa, tidak mungkin wajah serupawan itu milikku. Wajah itu begitu indah, begitu bersih, telaga ini menjadi bening karena kehadiran wajah itu.”
“Sesungguhnya, Narcissus, kau mengenakan topeng. Yang terlihat di permukaan telaga itu adalah topengmu. Tidak ada wajah manusia yang begitu indah, melainkan topeng.”
Greedius pun mengeluarkan cermin yang sudah disiapkannya, dan memberikannya pada Narcissus.
“Lihatlah, Narcissus. Ini cermin, dan tugasnya memantulkan kembali citra di depannya. Jika kau melihat ke dalam cermin ini, yang kau lihat adalah dirimu yang sedang memakai topeng.”
Tatkala Narcissus melihat ke dalam cermin itu, maka berlinanglah air matanya karena terharu bisa melihat kembali wajah rupawan itu. Narcissuspun berkata:
“Oh, Bapa. Lihatlah wajah ini, kesedihan apakah yang menghantuinya sehingga dia menangis?”
“Itu topeng, anakku. Kerjanya hanya bisa menangis, dan dia menangis untuk segala hal. Untuk kesedihan, untuk keindahan, untuk kebahagiaan. Bukalah topeng itu.”
“Tapi Bapa, kalaulah ini gambaranku, dan aku sedang memakai topeng yang begitu kucintai ini, bagaimana bisa aku melepaskannya.”
Greediuspun mengeluarkan cermin kedua. Ia memiliki muslihat untuk mencelakakan Narcissus. Sesungguhnya ia benci melihat orang terlalu mencintai diri sendiri, sehingga tidak dapat mencintai orang lain. Ia berkata pada Narcissus: “Inilah caranya, Narcissus. Kau pukulkan cermin ajaib ini ke wajahmu keras-keras, dan topeng itu akan terlepas, sehingga kau bisa melihat wajah aslimu, yang sebenarnya jauh lebih indah dan rupawan daripada topeng itu.”
Dan Narcissuspun menurut. Ia melakukan seperti yang disuruh Greedius. Dihantamkannya cermin itu ke wajahnya sendiri. Tapi kehendak Greedius tidak bisa menaklukkan kehendak dewa. Greedius ingin wajah Narcissus hancur dan terluka, tapi di saat itu, di tengah malam kelam di tepi telaga hitam itu, tiba-tiba petir menyambar cermin yang dipegang Narcissus, dan cermin itu hancur berkeping-keping.
Narcissus memang mencintai wajahnya, tapi dia tidak sadar bahwa dirinya lah yang dicintai, Narcissus selalu menganggap itu wajah makhluk lain. Dan para dewa di gunung Olimpuspun menyadarinya. Greedius dipanggil pulang, dihukum untuk menjadi makhluk serakah (greedy) sepanjang hidupnya, yang selalu menginginkan segala hal.
Narsisme tidak sama dengan egoisme. Narsisme adalah bentuk salah kaprah dalam mencintai diri sendiri. Keindahan-keindahan dalam narsisme yang terbataslah yang menghidupkan seni di dunia ini. Juga lukisan-lukisan jaman Renaissance, dunia mode dan fashion pada jaman kini, dengan segala aktifitas selebritinya yang hidup dan menghidupkan. Sementara egoisme adalah kesadaran bahwa “aku” adalah orang paling penting di lingkungan”ku”, dan karenanya “aku” harus selalu mendapatkan yang terbaik, dengan mengorbankan orang-orang di sekitar”ku”. Tidak peduli orang lain, yang penting hanyalah tiga hal : “aku”, “aku”, dan “aku”.
Dan kemudian, ketika Greedius meninggalkan Narcissus seorang diri di tepi telaga, langitpun berubah terang, kelam menjadi benderang, dan telaga hitam menjadi jernih cemerlang. Sekali lagi, Narcissus melihat ke dalam telaga, dan melihat sosok makhluk rupawan itu. Kali ini Narcissus tak ingin terpisah lagi dengan keindahan yang dilihatnya. Maka iapun terjun ke dalam telaga, dan mengejar bayangannya sendiri hingga ke dasar telaga. Narcissuspun mati.
Ia mati demi mengejar keindahan.
“Tapi Bapa, topeng ini begitu kucintai,” demikian tampik Narcissus.
Alkisah, tatkala Narcissus bertemu telaga yang jernih, ia melihat wajah seorang pemuda tampan nan rupawan di permukaan air telaga itu. Wajahnya begitu indah, sehingga Narcissus jatuh cinta pada wajah itu. Ketika ia ke kota dan untuk pertama kalinya bertemu dengan benda yang disebut cermin, lagi-lagi ia melihat wajah rupawan itu. Di cermin itu, wajahnya terlihat lebih rupawan lagi. Dan cintanya pun kian bertambah.
Tentu saja, tanpa disadarinya, Narcissus jatuh cinta pada diri sendiri, dan kadar cintanya begitu kuat dan tak terpatahkan, sehingga dewa pun mengirim Greedius untuk menyadarkannya. Greedius yang punya masa lalu sebagai makhluk yang serakah, memilih memakai muslihat untuk mematahkan keyakinan Narcissus.
Pada suatu malam kelam berhujan, Greedius menemukan Narcissus duduk termenung di telaga yang kelam.
“Oh , Bapa. Tak kulihat lagi wajah rupawan di permukaan telaga ini.”
“Bukankah itu wajahmu sendiri, Narcissus.” Kata Greedius.
“Bapa, tidak mungkin wajah serupawan itu milikku. Wajah itu begitu indah, begitu bersih, telaga ini menjadi bening karena kehadiran wajah itu.”
“Sesungguhnya, Narcissus, kau mengenakan topeng. Yang terlihat di permukaan telaga itu adalah topengmu. Tidak ada wajah manusia yang begitu indah, melainkan topeng.”
Greedius pun mengeluarkan cermin yang sudah disiapkannya, dan memberikannya pada Narcissus.
“Lihatlah, Narcissus. Ini cermin, dan tugasnya memantulkan kembali citra di depannya. Jika kau melihat ke dalam cermin ini, yang kau lihat adalah dirimu yang sedang memakai topeng.”
Tatkala Narcissus melihat ke dalam cermin itu, maka berlinanglah air matanya karena terharu bisa melihat kembali wajah rupawan itu. Narcissuspun berkata:
“Oh, Bapa. Lihatlah wajah ini, kesedihan apakah yang menghantuinya sehingga dia menangis?”
“Itu topeng, anakku. Kerjanya hanya bisa menangis, dan dia menangis untuk segala hal. Untuk kesedihan, untuk keindahan, untuk kebahagiaan. Bukalah topeng itu.”
“Tapi Bapa, kalaulah ini gambaranku, dan aku sedang memakai topeng yang begitu kucintai ini, bagaimana bisa aku melepaskannya.”
Greediuspun mengeluarkan cermin kedua. Ia memiliki muslihat untuk mencelakakan Narcissus. Sesungguhnya ia benci melihat orang terlalu mencintai diri sendiri, sehingga tidak dapat mencintai orang lain. Ia berkata pada Narcissus: “Inilah caranya, Narcissus. Kau pukulkan cermin ajaib ini ke wajahmu keras-keras, dan topeng itu akan terlepas, sehingga kau bisa melihat wajah aslimu, yang sebenarnya jauh lebih indah dan rupawan daripada topeng itu.”
Dan Narcissuspun menurut. Ia melakukan seperti yang disuruh Greedius. Dihantamkannya cermin itu ke wajahnya sendiri. Tapi kehendak Greedius tidak bisa menaklukkan kehendak dewa. Greedius ingin wajah Narcissus hancur dan terluka, tapi di saat itu, di tengah malam kelam di tepi telaga hitam itu, tiba-tiba petir menyambar cermin yang dipegang Narcissus, dan cermin itu hancur berkeping-keping.
Narcissus memang mencintai wajahnya, tapi dia tidak sadar bahwa dirinya lah yang dicintai, Narcissus selalu menganggap itu wajah makhluk lain. Dan para dewa di gunung Olimpuspun menyadarinya. Greedius dipanggil pulang, dihukum untuk menjadi makhluk serakah (greedy) sepanjang hidupnya, yang selalu menginginkan segala hal.
Narsisme tidak sama dengan egoisme. Narsisme adalah bentuk salah kaprah dalam mencintai diri sendiri. Keindahan-keindahan dalam narsisme yang terbataslah yang menghidupkan seni di dunia ini. Juga lukisan-lukisan jaman Renaissance, dunia mode dan fashion pada jaman kini, dengan segala aktifitas selebritinya yang hidup dan menghidupkan. Sementara egoisme adalah kesadaran bahwa “aku” adalah orang paling penting di lingkungan”ku”, dan karenanya “aku” harus selalu mendapatkan yang terbaik, dengan mengorbankan orang-orang di sekitar”ku”. Tidak peduli orang lain, yang penting hanyalah tiga hal : “aku”, “aku”, dan “aku”.
Dan kemudian, ketika Greedius meninggalkan Narcissus seorang diri di tepi telaga, langitpun berubah terang, kelam menjadi benderang, dan telaga hitam menjadi jernih cemerlang. Sekali lagi, Narcissus melihat ke dalam telaga, dan melihat sosok makhluk rupawan itu. Kali ini Narcissus tak ingin terpisah lagi dengan keindahan yang dilihatnya. Maka iapun terjun ke dalam telaga, dan mengejar bayangannya sendiri hingga ke dasar telaga. Narcissuspun mati.
Ia mati demi mengejar keindahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar