Murder Is Easy
Wanita yang paling banyak memperoleh uang dari pembunuhan, sang novelis Agatha Christie, pernah menulis dalam Murder Is Easy bahwa melakukan pembunuhan tidak sesulit yang dikira orang. Yang dibutuhkan adalah kesempatan yang baik. Bisa saja kita melihat musuh kita sedang berdiri di tepi atap gedung yang tinggi, dan yang harus kita lakukan adalah mendorongnya dengan tiba-tiba, dan iapun jatuh. Cuma butuh beberapa detik. Kelihatannya memang mudah, kan?
Tentu saja kesempatan yang baik bukan hanya satu-satunya faktor yang menentukan. Untuk melakukan pembunuhan, salah satu dosa besar, orang harus punya nyali. Dan tentu saja niat. Tentu saja pembunuhan yang kita bicarakan di sini bukanlah pembunuhan yang dilakukan dengan kalap, atau karena amuk, atau karena eting (emosi tinggi). Pada saat kalap, amuk dan eting, orang tidak bisa berpikir jernih, gelap mata dan lupa tempat berpijak. Bukan, pembunuhan yang dimaksudkan di sini adalah pembunuhan yang sesungguhnya. Yang didasari oleh tekad. (The big M, M for Murder). Dan perencanaan yang matang. Acuannya hanya hal-hal begini: jangan sampai ada saksi, jangan tinggalkan alat yang dipakai membunuh, dan jangan sampai Anda meninggalkan sehelai rambutpun (boro-boro sidik jadi), air ludah, keringat, ingus bahkan kuku Anda. Kecuali Anda belum pernah nonton serial CSI, karena Anda hanya bisa mencerna sinetron sampah yang ada di RCTI, SCTV dan Indosiar, silakan lakukan segala kebodohan itu.
Semua orang punya sisi baik dan jahat. Yang perlu Anda lakukan adalah membiarkan sisi jahat dari kepribadian Anda muncul bebas. Semua orang berpotensi melakukan pembunuhan, bahkan pastor di gereja Katolik sekalipun (bacalah The Name of the Rose dari Umberto Eco, filmnya juga ada). Yang perlu Anda lakukan adalah meningkat potensi membunuh yang ada dalam diri Anda. Tingkatkan setinggi-tingginya hingga Anda menjadi psikopat.
Sungguh, membunuh itu gampang. Yang berat adalah menangggung akibatnya.
Wanita yang paling banyak memperoleh uang dari pembunuhan, sang novelis Agatha Christie, pernah menulis dalam Murder Is Easy bahwa melakukan pembunuhan tidak sesulit yang dikira orang. Yang dibutuhkan adalah kesempatan yang baik. Bisa saja kita melihat musuh kita sedang berdiri di tepi atap gedung yang tinggi, dan yang harus kita lakukan adalah mendorongnya dengan tiba-tiba, dan iapun jatuh. Cuma butuh beberapa detik. Kelihatannya memang mudah, kan?
Tentu saja kesempatan yang baik bukan hanya satu-satunya faktor yang menentukan. Untuk melakukan pembunuhan, salah satu dosa besar, orang harus punya nyali. Dan tentu saja niat. Tentu saja pembunuhan yang kita bicarakan di sini bukanlah pembunuhan yang dilakukan dengan kalap, atau karena amuk, atau karena eting (emosi tinggi). Pada saat kalap, amuk dan eting, orang tidak bisa berpikir jernih, gelap mata dan lupa tempat berpijak. Bukan, pembunuhan yang dimaksudkan di sini adalah pembunuhan yang sesungguhnya. Yang didasari oleh tekad. (The big M, M for Murder). Dan perencanaan yang matang. Acuannya hanya hal-hal begini: jangan sampai ada saksi, jangan tinggalkan alat yang dipakai membunuh, dan jangan sampai Anda meninggalkan sehelai rambutpun (boro-boro sidik jadi), air ludah, keringat, ingus bahkan kuku Anda. Kecuali Anda belum pernah nonton serial CSI, karena Anda hanya bisa mencerna sinetron sampah yang ada di RCTI, SCTV dan Indosiar, silakan lakukan segala kebodohan itu.
Semua orang punya sisi baik dan jahat. Yang perlu Anda lakukan adalah membiarkan sisi jahat dari kepribadian Anda muncul bebas. Semua orang berpotensi melakukan pembunuhan, bahkan pastor di gereja Katolik sekalipun (bacalah The Name of the Rose dari Umberto Eco, filmnya juga ada). Yang perlu Anda lakukan adalah meningkat potensi membunuh yang ada dalam diri Anda. Tingkatkan setinggi-tingginya hingga Anda menjadi psikopat.
Mengapa Anda ingin membunuh? Karena dendam, karena iri, karena uang, karena wanita, karena disodomi, karena diperkosa. Artinya Anda punya motif, dan motif ini selalu bisa ditelusuri oleh detektif sehandal Monsieur Hercule Poirot atau Miss Jane Marple, atau polisi Indonesia yang punya wawasan luas dan tidak merokok dan tidak hanya jago gertak. Pembunuhan yang bagus adalah yang tanpa motif. Anda toh seorang psikopat? Anda tidak perlu motif, yang Anda lakukan adalah sebuah seni, seni membunuh. Itu yang dilakukan Mr. Brooks (Kevin Costner), Dr. Hannibal Lecter (Sir Anthony Hopkins) dan Jame Gumb (Ted Levine) dalam Silence of the Lambs, Justin Pendleton (Michael Pitt) dalam Murder by Numbers, Patrick Bateman (Christian Bale) dalam American Psycho, Norman Bates (Anthony Perkins) dalam Alfred Hitchcock's Psycho.
Sungguh, membunuh itu gampang. Yang berat adalah menangggung akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar