23 Desember 2009

Menunggu Godot

Vladimir dan Estragon sepakat menunggu Godot. Mereka merasa tahu dengan Godot, tapi juga mengakui jika Godot datang mereka belum tentu bisa mengenalinya. Sambil menunggu, agar tidak bosan mereka makan, tidur, berbicara, berdebat, menyanyi, main kartu, memainkan topi, bahkan mencoba bunuh diri.

Kedua sahabat ini kerap bertengkar dan berdebat tak habis-habisnya. Vladimir misalnya, kadang-kadang kesal dengan kemampuan berfikir Estragon yang kurang, dan tanggapannya yang aneh-aneh dan 'ga nyambung'. Tapi walaupun begitu, perdebatan demi perdebatan mereka lakukan selama penantian mereka terhadap Godot. Vladimir dan Estragon selalu berdebat akan sesuatu yang tidak jelas.

Mereka berdebat tentang rencana tidur selama menunggu Godot. Karena Godot ini tidak jelas kapan datangnya, entah hari ini entah besok. Inipun tidak jadi mereka lakukan, karena takut mereka sedang tidur ketika Godot yang ditunggu datang. Estragon ingin meninggalkan tempat itu, keduanya juga berdebat dan tidak sepakat apakah mereka menunggu di tempat yang seharusnya, ataukah memang hari ini Godot datang, bahkan mereka tidak yakin ini hari apa. Yang mereka tahu bahwa mereka harus menunggu di dekat sebuah pohon, dan memang ada pohon di dekat situ.

Dan Godot pun tak kunjung datang.

Karena frustasi, mereka berencana akan menggantung diri. Rencana ini jadi batal setelah mereka berdebat siapa yang harus mati duluan, karena mereka tidak bisa menggantung diri bersama-sama. Begitu selalu, mereka sibuk berdebat tanpa berbuat sesuatu.

Di antara debat dan pertengkaran yang seolah tak ada habisnya itu, datanglah Pozzo dan Lucky. Pada mulanya mereka menyangka Pozzo adalah Godot, dan penantian mereka akan berakhir. Tapi ternyata adalah Pozzo seorang penguasa yang jahat, dan Lucky adalah budaknya, yang selalu disiksa dan diikat dengan tali. Vladimir dan Estragon hendak menolong Lucky, tapi kemudian sibuk bertengkar mengenai apa dan bagaimana cara menolong Lucky. Ketika Pozzo berlalu dan Lucky masih terikat oleh tali, dua sahabat itu masih terus berdebat.

Penantian mereka berakhir dengan tragedi. Ketika waktu terurs berlalu, wajah dua sahabat itu makin keriput dan rambutnya memutih, Godot yang ditunggu tak kunjung tiba. Lalu ketika datang seseorang, yang lagi-lagi mereka pikir adalah Godot, ternyata orang itu adalah malaikat kematian. Hingga kematian menjemput mereka, Godot tidak pernah datang. Menunggu Godot adalah penantian yang sia-sia. Yang ditunggu tidak akan pernah datang.

Menunggu Godot (Waiting For Godot) adalah drama dua babak karya Samuel Becket. Segala aspek dalam drama ini menyimpan pesan moral yang dalam. Adanya tokoh Godot yang tidak kunjung datang juga menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam. Apakah dia manusia, hewan, dewa, ratu adil, uang ataukah kemenangan. Yang jelas, drama jenius ini bisa menjadi alegori yang cocok dengan keadaan negara kita saat ini. Jika masalah datang, kita sibuk berdebat tanpa berbuat, dan sampai masalahnya berlalu, kita masih berdebat terus.

Debat kusir macam begini takkan ada habisnya, banyak orang merasa senang mendengar suaranya sendiri. Apakah suara yang dikeluarkannya itu membantu memecahkan masalah, itu soal nanti, yang penting bersuara dulu. Terlalu banyak komentar dari sana-sini, masing-masing dengan argumen yang juga harus diperdebatkan lagi. Juga terlalu banyak demo dengan suara-suara berteriak memekakkan telinga, sehingga kita tidak bisa mendengar apa yang seharusnya kita dengar. Mikropon dan megapon laku keras. Kalau mau invest di Indonesia, investasi yang bagus adalah di pabrik mikropon dan megapon.


Sementara itu, Godot tak pernah datang.

Baca selengkapnya www.ferdot.id

Tulisan terkait: Potong Rambut | Saodah | Hikayat Sebuah Mustika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar