Baru-baru ini saya menonton film 2001: A Space Odyssey arahan mendiang Stanley Kubrick. Filmnya saya download dari internet menggunakan salah satu torrent client. Yah, di mana lagi kalau mau cari film-film klasik kalau bukan di internet. Untuk di Indonesia, memang agak susah menemukan film-film klasik, harus beli dari luar negara (maksudnya sama dengan istilah luar negeri), atau cara paling gampang: download. Jadi jika Anda memang ingin menonton film-film klasik atau jadul seperti The Wizard of Oz, atau High Noon, atau Gone With The Wind, download lah dari internet. File nya cukup besar, memang, karenanya (bagi yang belum tahu) gunakanlah torrent client, semacam Bittorrent, Bitcomet, atau uTorrent. Tentang apa dan bagaimananya, bisa dilihat di sini.
Kembali ke film 2001: A Space Odyssey tadi. Boleh dibilang film yang dirilis tahun 1968 (jelas saya belum lahir) ini sangatlah menawan. Film bergenre science-fiction ini mengisahkan tentang penemuan monolith misterius yang terkubur di bawah permukaan bulan. Monolith tersebut mengirim sinyal secara simultan ke planet Jupiter. Maka dikirimlah sebuah ekspedisi yang terdiri atas 2 pilot, 3 ilmuwan dan 1 komputer canggih yang diberinama HAL-9000 untuk menelusuri sinyal tersebut hingga ke Jupiter. Tugas HAL-9000 mengatur setiap aspek operasional di pesawat ruang angkasa yang diberinama Discovery One.
Hal mengagumkan dari film ini adalah visi Stanley Kubrick yang luarbiasa, yang berhasil menampilkan teknologi masa depan (yang belum ada pada tahun 1968) dengan sangat meyakinkan. (Setahun kemudian, pada 1969, Apollo 11 berhasil mendarat di bulan). Walaupun tahun 2001 sudah lama lewat, film ini tetap masih sangat relevan ditonton dengan tingkat kecanggihan jaman sekarang.
Film ini dihiasi musik klasik semacam "Thus Spoke Zarathustra" dan "The Blue Danube", pilihan yang aneh tapi terasa pas dan menggetarkan. Di beberapa adegan banyak shot yang cukup panjang, yang mungkin terasa membosankan untuk ukuran penonton jaman sekarang, tapi memang demikianlah kecenderungan Stanley Kubrick, yang terkenal atas kepeduliannya terhadap detil. Dialognya tidak banyak, prioritas Kubrick untuk film ini adalah kekuatan dan esensi dari gambar-gambar yang memang spektakuler. Pada akhir film, tinggalah sebuah tanda tanya besar mengenai manusia dan peradabannya, di tengah jagad raya yang tak (atau belum) terukur luasnya ini. Sebuah konsep humanisme. Ini bukan film fiksi ilmiah biasa, ini sebuah filosofi. Pada dasarnya, 2001: A Space Odyssey adalah sebuah film tentang segala hal.
Jika demikian canggihnya film fiksi ilmiah yang dibuat tahun 1968, betapa jauh tertinggalnya film-film Indonesia jaman sekarang, yang masih cukup puas dengan film-film horror yang dangkal dan film percintaan yang "tidak ke mana-mana", ke langit tidak, membumi juga tidak.
Kembali ke film 2001: A Space Odyssey tadi. Boleh dibilang film yang dirilis tahun 1968 (jelas saya belum lahir) ini sangatlah menawan. Film bergenre science-fiction ini mengisahkan tentang penemuan monolith misterius yang terkubur di bawah permukaan bulan. Monolith tersebut mengirim sinyal secara simultan ke planet Jupiter. Maka dikirimlah sebuah ekspedisi yang terdiri atas 2 pilot, 3 ilmuwan dan 1 komputer canggih yang diberinama HAL-9000 untuk menelusuri sinyal tersebut hingga ke Jupiter. Tugas HAL-9000 mengatur setiap aspek operasional di pesawat ruang angkasa yang diberinama Discovery One.
Hal mengagumkan dari film ini adalah visi Stanley Kubrick yang luarbiasa, yang berhasil menampilkan teknologi masa depan (yang belum ada pada tahun 1968) dengan sangat meyakinkan. (Setahun kemudian, pada 1969, Apollo 11 berhasil mendarat di bulan). Walaupun tahun 2001 sudah lama lewat, film ini tetap masih sangat relevan ditonton dengan tingkat kecanggihan jaman sekarang.
Film ini dihiasi musik klasik semacam "Thus Spoke Zarathustra" dan "The Blue Danube", pilihan yang aneh tapi terasa pas dan menggetarkan. Di beberapa adegan banyak shot yang cukup panjang, yang mungkin terasa membosankan untuk ukuran penonton jaman sekarang, tapi memang demikianlah kecenderungan Stanley Kubrick, yang terkenal atas kepeduliannya terhadap detil. Dialognya tidak banyak, prioritas Kubrick untuk film ini adalah kekuatan dan esensi dari gambar-gambar yang memang spektakuler. Pada akhir film, tinggalah sebuah tanda tanya besar mengenai manusia dan peradabannya, di tengah jagad raya yang tak (atau belum) terukur luasnya ini. Sebuah konsep humanisme. Ini bukan film fiksi ilmiah biasa, ini sebuah filosofi. Pada dasarnya, 2001: A Space Odyssey adalah sebuah film tentang segala hal.
Jika demikian canggihnya film fiksi ilmiah yang dibuat tahun 1968, betapa jauh tertinggalnya film-film Indonesia jaman sekarang, yang masih cukup puas dengan film-film horror yang dangkal dan film percintaan yang "tidak ke mana-mana", ke langit tidak, membumi juga tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar