Ada yang lain pada malam tahun baru kali ini. Di telinga saya, bunyi terompet yang ditiup orang-orang di sepanjang jalan lebih mirip lenguhan sapi. Mooooo. Nadanya sangat rendah, tidak melengking seperti biasanya. Tidak ada antusiasme di dalamnya.
Pada detik-detik pergantian tahun itu, di sepanjang jalan kota, banyak orang-orang berkumpul. Anak-anak muda melintasi jalan raya dengan kecepatan tinggi, dengan suara motor yang bising dan asap knalpot yang mengalahkan cerobong asap BKR. Tepat di depan saya, mereka bertabrakan. Sungguh suatu kesia-siaan. Di tempat lain, orang-orang meniup terompet dengan suara sapi tadi, ada juga yang menembakkan kembang api. Suasananya riuh rendah.
Agak di luar kota pemandangannya jadi lain dan lebih menyejukkan.
Beberapa orang dengan jilbab dan peci berbaris melantunkan shalawat dan berdoa. Mereka berjalan beriringan dengan tertib, kontras sekali dengan pemandangan hingar bingar di tengah kota. Nun di rumah-rumah, saya tau, umat Kristiani berkumpul dengan keluarganya masing-masing, berdoa.
Apa sih tahun baru itu? Sesuatu yang harus dirayakan dengan countdown dan artis dangdut ibukota? Pada detik-detik pergantian tahun itu, saya sadar, tahun baru sangat subyektif. Tergantung di mana kita berada. Saya tahu, orang-orang di Bali sudah memasuki tahun 2008 sejak sejam yang lalu, orang-orang di Papua sejak 2 jam yang lalu, dan di Sydney, sejak 3 jam yang lalu. Di New York, tahun 2008 masih sekitar 12 jam lagi. Jadi tahun baru orang di Sumatera tidak sama waktunya dengan tahun baru di Papua, apalagi di belahan bumi yang lain.
Sementara itu, harga-harga barang kebutuhan pokok sehari-hari naik menggila. Tidak ada yang menjanjikan di tahun 2008 ini, SBY masih menjabat, dan Indonesia masih terancam bencana alam di mana-mana. Korupsi masih merajalela. Malaysia makin tidak menaruh respek dan memandang enteng. Mungkin mereka akan merencanakan invasi lain, setelah beberapa pulau, lagu dan budaya dicoba untuk dirampas. Orang-orang makin bangga berbuat dosa. Baru kemarin malam teman saya bercerita dengan bangga bahwa ia akan dugem dengan ineks dan minuman keras pada malam tahun baru.
Sungguh aneh bahwa di tengah keprihatinan hidup, ada yang berutang untuk tiket tahun baru, dan pulang ke rumah dengan rasa hampa.
Berbahagialah orang dan keluarga yang mengisi malam tahun barunya dengan doa, shalawat dan zikir pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga doa mereka yang baik dikabulkan oleh Sang Pencipta. Amin.
Saya pulang, ingin meneruskan lanjutan film lamanya Robert De Niro, New York, New York.
Di jalan, lenguhan sapi masih berkumandang di mana-mana. Mooooooooooo.
Pada detik-detik pergantian tahun itu, di sepanjang jalan kota, banyak orang-orang berkumpul. Anak-anak muda melintasi jalan raya dengan kecepatan tinggi, dengan suara motor yang bising dan asap knalpot yang mengalahkan cerobong asap BKR. Tepat di depan saya, mereka bertabrakan. Sungguh suatu kesia-siaan. Di tempat lain, orang-orang meniup terompet dengan suara sapi tadi, ada juga yang menembakkan kembang api. Suasananya riuh rendah.
Agak di luar kota pemandangannya jadi lain dan lebih menyejukkan.
Beberapa orang dengan jilbab dan peci berbaris melantunkan shalawat dan berdoa. Mereka berjalan beriringan dengan tertib, kontras sekali dengan pemandangan hingar bingar di tengah kota. Nun di rumah-rumah, saya tau, umat Kristiani berkumpul dengan keluarganya masing-masing, berdoa.
Apa sih tahun baru itu? Sesuatu yang harus dirayakan dengan countdown dan artis dangdut ibukota? Pada detik-detik pergantian tahun itu, saya sadar, tahun baru sangat subyektif. Tergantung di mana kita berada. Saya tahu, orang-orang di Bali sudah memasuki tahun 2008 sejak sejam yang lalu, orang-orang di Papua sejak 2 jam yang lalu, dan di Sydney, sejak 3 jam yang lalu. Di New York, tahun 2008 masih sekitar 12 jam lagi. Jadi tahun baru orang di Sumatera tidak sama waktunya dengan tahun baru di Papua, apalagi di belahan bumi yang lain.
Sementara itu, harga-harga barang kebutuhan pokok sehari-hari naik menggila. Tidak ada yang menjanjikan di tahun 2008 ini, SBY masih menjabat, dan Indonesia masih terancam bencana alam di mana-mana. Korupsi masih merajalela. Malaysia makin tidak menaruh respek dan memandang enteng. Mungkin mereka akan merencanakan invasi lain, setelah beberapa pulau, lagu dan budaya dicoba untuk dirampas. Orang-orang makin bangga berbuat dosa. Baru kemarin malam teman saya bercerita dengan bangga bahwa ia akan dugem dengan ineks dan minuman keras pada malam tahun baru.
Sungguh aneh bahwa di tengah keprihatinan hidup, ada yang berutang untuk tiket tahun baru, dan pulang ke rumah dengan rasa hampa.
Berbahagialah orang dan keluarga yang mengisi malam tahun barunya dengan doa, shalawat dan zikir pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga doa mereka yang baik dikabulkan oleh Sang Pencipta. Amin.
Saya pulang, ingin meneruskan lanjutan film lamanya Robert De Niro, New York, New York.
Di jalan, lenguhan sapi masih berkumandang di mana-mana. Mooooooooooo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar